Puasa secara bahasa adalah menahan
diri dari sesuatu. Sedangkan secara terminologi, adalah menahan diri pada siang
hari dari berbuka dengan disertai niat berpuasa bagi orang yang telah
diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa tidak hanya
menaha diri dari makan dan minum tapi harus menahan diri dari hal-hal yang akan
merusak pahala puasa bitu sendiri ibadah puasa yang pokok adalah “menahan
makan,minum,dan hawa nafsu mulai terbitnya matahari hingga terbenamnya
matahari” akan tetapi kita juga harus menahan nafas,bibir,mata, dan semua
anggota badan kita dari hal-hal yang akan mebatalkan puasa.
Jika menurut mata sesuatu itu enak
dilihat ,tetapi akan merusak amalan puasa maka tundukanlah . Demikian pula
dengan bibir kita harus berhenti untuk tidak bicara yang tidak baik dan
berguna. Mudah-mudahan setelah mulut,mata ,dan seluruh anggota badan kita
bersih dengan menahan diri dari segala sesuatu yang tidak baik semoga hati kita
menjadi bersih , dan hal ini merupakan puncak dari dari segala keindahan
menikmati hidup di dunia ini. Karena orang yang hatinya bersih akan menjadi
cahaya bagi diri sendiri dan orang lain.
B.
DEFINISI MACAM- MACAM PUASA
a. Puasa Fardhu
Puasa fardhu
adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang
termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a)
Puasa bulan
Ramadhan
Adalah puasa yang dilakukan dibulan Ramadhan selama
kurang lebih satu bulan. Sesuai dengan perintah Allah dalam Surat Al Baqarah
183
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”
b)
Puasa Kafarat
Atau puasa yang puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum
atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan
seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran
dengan kafaratnya antara lain :
• Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
• Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
• Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
• Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
• Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
• Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
• Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
• Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
c)
Puasa Nazar
Puasa nadzar adalah puasa yang
tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah
saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri
untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri
bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan,
maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib.
Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari
tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau
mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila
tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.
b. Puasa Sunah
a)
Puasa 6 (enam)
hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub
Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw. bersabda: “ Barang siapa berpuasa
pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada
bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun”.
b)
Puasa Tengah
bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
Puasa yang disarankan oleh Rasulullah yaitu puasa 3
hari setiap bulanya pada hari-hari
putih, atau setiap tanggal 13, 12, dan 15
c) Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Puasa yang dilakukan setiap hari senin dan kamis
yang dahulu juga dilakukan oleh Rasulullah. Karena pada setiap hari senin dan
kamis merupakan hari pelaporan amal manusia oleh malaikat.
d)
Puasa hari
Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Puasa yang dilaksanakan karena kegiatan Haji di
padang Arofah, Mekkah.
e) Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari Salim, dari ayahnya
berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang
menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu.
f) Puasa nabi Daud
as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Puasa yang dilakukan oleh Nabi Daud as dimana satu
hari berpuasa dan satu hari berikutnya tidak berpuasa. Mengenai
masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari
Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan.
Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah
direncanakan hanya pada hari itu saja.
g)
Puasa bulan
Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Puasa di bulan-bulan suci islam tetapi tak sepenuh
pada bulan Ramadhan. Dan bulan yang banyak puasanya bagi Rasulullah setelah
Ramadhan adalah pada bulan Sya’ban.
c. Puasa Makruh
a)
Puasa pada hari
Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat
hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya
mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
b)
Puasa sehari
atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi
saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan
Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa
berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”
d. Puasa Haram
a)
Puasa pada dua
hari raya
Rasulullah melarang berpuasa didua hari raya yaitu
idul fitri dan idul adha. Karena hari itu adalah hari kamu semua berbuka dari puasamu (1
Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah
hajimu.
b)
Puasa seorang
wanita dengan tanpa izin suami
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi
saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di
rumah, di suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin suaminya.”
C.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
• Makan dan minum dengan
sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
• Jima’ (bersenggama).
• Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
• Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluarnya tanpa sengaja.
• Keluarnya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
• Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
”Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam lafazh lain disebutkan : “Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya).” DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu’ dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
• Murtad dari Islam (semoga Allah melindungi kita darinya). Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta’ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. “(Al-An’aam:88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja. Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
• Jima’ (bersenggama).
• Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
• Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluarnya tanpa sengaja.
• Keluarnya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
• Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
”Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam lafazh lain disebutkan : “Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya).” DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu’ dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
• Murtad dari Islam (semoga Allah melindungi kita darinya). Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta’ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. “(Al-An’aam:88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja. Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
D.
MANFAAT PUASA
Puasa
memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi kejiwaan, sosial dan kesehatan,
di antaranya:
• Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta ‘ala :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ” (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para saudaraku kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur’anul Karim. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.
• Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.
• Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di perut.
• Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan, balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan kelengahan.
• Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
• Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
• Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah dengan berpuasa ( Lihat kitab Larhaa’iful Ma’aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163) sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).
• Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta ‘ala :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ” (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para saudaraku kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur’anul Karim. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.
• Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.
• Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di perut.
• Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan, balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan kelengahan.
• Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
• Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
• Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah dengan berpuasa ( Lihat kitab Larhaa’iful Ma’aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163) sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).
E. SIMPULAN DAN SARAN
Memang segala sesuatu harus
diketahuai ilmunya dan dasar-dasar yang mendasari sesuatu hal,sehingga
seseorang akan mau dan mampu mempelajari dan mengamalkan sesutuatuhal lebih
banyak dan dengan baik sepertipula puasa, maka seseorang itu akan melaksanakan
puasa dengan sungguh-sungguh kalo tahu manfaatnya dan hokum-hukum yang
mendasari sebuah amalan.Jadi jadikanlah bulan suci Ramadhan ini sebagai bulan
untuk berprestasi seperti halnya Rasulullah saw. Para sahabat dan orang-orang
saleh sebagai bulan untuk berprestasi kepada Allah.
Jagan sia-siakan kesempatan terbaik ini karena kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh Allah Swt.Bulan Ramadhan merupakan hadiah besar yang langsungsung dberikan Allah . Bagi umat islam sebagai sarana penyucian diri, Insya Allah,orang termalangpun bias sukses apabila melaksanakan puasa dengan baik dan benar. Oleh karena itu segeralah mengejar ilmunya dan amalkan dengan sungguh-sungguh.
Jagan sia-siakan kesempatan terbaik ini karena kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh Allah Swt.Bulan Ramadhan merupakan hadiah besar yang langsungsung dberikan Allah . Bagi umat islam sebagai sarana penyucian diri, Insya Allah,orang termalangpun bias sukses apabila melaksanakan puasa dengan baik dan benar. Oleh karena itu segeralah mengejar ilmunya dan amalkan dengan sungguh-sungguh.
MAKALAH
: 1 PUASA
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami dengan baik.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar manajeman.
Kami sadar bahwa isi dari makalah
ini masih jauh dari sempurna maka, segala kritik dan saran membangun dari Bapak
Dosen dan teman-teman, kami terima dengan tangan terbuka demi sempurnanya
makalah ini. Sekali lagi kami mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam
makalah ini. Kiranya hanya kepada Allah SWT kami memohon rahmat dan hidayah,
mudah-mudahan kita selalu dalam lindungan-Nya. Amin.
..........., ..... ................. 20...
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 2
2.1
Pengertian Puasa..................................................................................................... 2
2.2 Bentuk
Puasa.......................................................................................................... 3
2.3 Hikmah
Puasa......................................................................................................... 4
2.4 Beberapa
faedah Puasa........................................................................................... 5
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan...................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Secara etimologi, puasa berarti
menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Seperti yang
ditunjukkan oleh firman Allah, surat Maryam ayat 26 :
“Sesungguhnya
aku telah bernadzar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah, bahwasanya aku tidak
akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini”.
(Q.S. Maryam : 26)
Sedangkan secara terminologi, puasa
adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat
berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota
badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai
terbenamnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib
dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya’ban telah sempurna 30
hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya’ban. Sesuai
dengan hadits Nabi SAW.
“Berpuasalah
dengan karena kamu telah melihat bulan (ru’yat), dan berbukalah dengan berdasar
ru’yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya’ban menjadi 30
hari”.
1.2 Tujuan
pembuatan makalah
Di dalam
penulisan makalah ini ada beberapa tujuan yang kami ingin capai diantaranya
adalah:
-
Memahami lebih dalam tentang puasa ramadhan
-
Membagi ilmu yang kita dapat tentang puasa ramadhan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Puasa
Puasa secara bahasa adalah menahan diri
dari sesuatu. Sedangkan secara terminologi, adalah menahan diri pada siang hari
dari berbuka dengan disertai niat berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan
sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Detailnya, puasa adalah menjaga dari
pekerjaan-pekerjaan yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum, dan
bersenggama pada sepanjang hari tersebut (sejak terbit fajar hingga terbenamnya
matahari. Puasa diwajibkan atas seorang muslim yang baligh, berakal, bersih
dari haid dan nifas, disertai niat ikhlas semata-mata karena Allah ta’aala.
Adapun rukunnya adalah menahan diri
dari makan dan minum, menjaga kemaluannya (tidak bersenggama), menahan untuk
tidak berbuka, sejak terbitnya ufuk kemerah-merahan (fajar subuh) di sebelah
timur hingga tenggelamnya matahari. Firman Allah SWT :
“Dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar”. (Q.S. Al-Baqarah : 187)
Ibn’ Abdul Bar dalam hadits Rasulullah
SAW, “Sesungguhnya Bilal biasa azan pada
malam hari, maka makan dan minumlah kamu sampai terdengarnya azan Ibn Ummi
Maktum”, menyatakan bahwa benang putih adalah waktu subuh dan sahur hanya
dikerjakan sebelum waktu fajar.
2.2
Bentuk Puasa
Puasa merupakan salah satu rukun Islam
yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah SWT telah
mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum
sebelum Muhammad SAW. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan
atas setiap umat-umat terdahulu.
Ada empat bentuk puasa yang telah
dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu :
Puasanya orang-orang sufi,
yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya
puasanya para pendeta.
Puasa bicara, yakni
praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan dalam Al-Qur’an
surat Maryam ayat 26 :
“Jika
kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku
bernadzar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusiapun pada hari ini”.
(Q.S. Maryam : 26)
Puasa dari seluruh
atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk
agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa lainnya yang mempunyai cara
dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.
Sedang kewajiban
puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-tengah
yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu
pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan kaum muslimin, juga tidak
terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan
keluwesan Islam.
2.3
Hikmah Puasa
Diwajibkannya puasa atas umat Islam
mempunyai hikmah yang dalam. Yakni merealisasikan ketaqwaan kepada Allah SWT.
sebagaimana yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 183 :
“Hai
orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalian bertaqwa”.
Kadar taqwa tersebut terefleksi dalam
tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Al-Baqarah
ayat 185 :
“(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya
diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan
bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”.
Ayat ini menjelaskan alasan yang
melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan
yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena
Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan
menurunkan kenikmatan terbesar di dalamnya, yaitu Al-Qur’an al-Karim yang akan
menunjukkan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga merupakan pengobat hati,
rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta penenang
jiwa raga. Inilah nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang
yang mendapat petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan
sore.
Bila puasa telah diwajibkan kepada umat
terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan?
Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam
Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah diwajibkan atas umat
Islam sebelum bulan Ramadhan. Pendapat ini dilandaskan pada hadits Nabi SAW
yang diriwayatkan oleh Mu’awiyah :
“Hari
ini adalah hari Asyura’, dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian. Siapa yang
mau silahkan berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya”.
Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai
pendapat lain : bahwa puasa yang diwajibkan pertama kali atas umat Islam adalah
puasa Asyura’. Setelah datang Ramadhan Asyura’ dirombak (mansukh). Madzhab ini
mengambil dalil haditsnya Ibn Umar dan Aisyah ra. : “Diriwayatkan dari Ibn ‘Amr ra. bahwa Nabi SAW. telah berpuasa hari
Asyura’ dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari itu. Dan
ketika datang Ramadhan maka lantas puasa Asyura’ beliau tinggalkan, Abdullah
(Ibnu ‘Amr) juga tidak berpuasa”. (H.R. Bukhari)
“Diriwayatkan
dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa Asyura’ pada
masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa hari Asyura’
sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Dan Rasul berkata, barang siapa ingin
berpuasa Asyura’ silahkan berpuasa, jika tidak juga tidak apa-apa”. (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Pada masa-masa sebelumnya, Rasulullah
biasa melakukan puasa Asyura’ sejak sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai
usai hijrah. Ketika hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi
sedang berpuasa (Asyura’), beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan
menyerukan ke umatnya untuk melakukan puasa itu.
Hal ini sesuai dengan wahyu secara mutawattir (berkesinambungan) dan
ijtihad yang tidak hanya berdasar hadits Ahaad
(hadits yang diriwayatkan oleh tidak lebih dari satu orang).
Ibn Abbas ra. meriwayatkan : “Ketika Nabi SAW sampai di Madinah, beliau
melihat orang-orang Yahudi sedang melakukan puasa Asyura’, lalu beliau bertanya
: (puasa) apa ini? Mereka menjawab : ini adalah hari Nabi Saleh as., hari
dimana Allah SWT memenangkan Bani Israel atas musuh-musuhnya, maka lantas Musa
as. melakukan puasa pada hari itu. Lalu Nabi SAW berkata : aku lebih berhak
atas Musa dari pada kalian. Lantas beliau melaksanakan puasa tersebut dan
memerintahkan (kepada sahabat-sahabatnya) berpuasa”. (H.R. Bukhari)
Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan
Sya’ban tahun kedua hijriyah, maka lantas, sebagaimana madzhab Abi Hanifah,
kewajiban puasa Asyura’ terombak (mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya,
kewajiban puasa Ramadhan itu hanya merombak kesunatan puasa Asyura’.
Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan
Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma.
“Diriwayatkan
dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah SAW bersabda : Islam
berdiri atas lima pilar, kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah (Makkah)
dan berpuasa di bulan Ramadhan”.
Kata ‘al-haj’ (haji) didahulukan sebelum kata ‘al-shaum’ (puasa), itu menunjukkan pelaksanaan haji lebih banyak
menuntut pengorbanan waktu dan harta. Sedang dalam riwayat lain, kata ‘al-shaum’ didahulukan, karena kewajiban
puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam) dari pada
haji.
Kewajiban puasa Ramadhan sangat terang.
Barang siapa yang mengingkari atau mengabaikan keberadaannya dia termasuk orang
kafir, kecuali mereka yang hidup pada zaman Islam masih baru atau orang yang
hidup jauh dari ulama.
2.4
Beberapa Faedah Puasa
Puasa mempunyai banyak faedah bagi
rohani dan jasmani kita, antara lain :
Puasa adalah
ketundukan, kepatuhan, dan ketaatan kepada Allah SWT, maka tiada balasan bagi
orang yang mengerjakannya kecuali pahala yang berlimpah ruah dan baginya hak
masuk surga melalui pintu khusus bernama ‘Ar-Rayyan’.
Orang yang berpuasa juga dijauhkan dari azab pedih serta dihapuskan seluruh
dosa-dosanya yang terdahulu. Patuh kepada Allah SWT berarti meyakini dimudahkan
dari segala urusannya karena dengan puasa secara tidak langsung kita dituntun
untuk bertaqwa, yaitu mengerjakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya.
Sebagaimana yang terdapat pada surat Al-Baqarah : 183, yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan
bagi kamu untuk berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kamu, supaya kamu
bertaqwa”.
Berpuasa juga
merupakan sarana untuk melatih diri dalam berbagai masalah seperti jihad nafsi, melawan gangguan setan,
bersabar atas malapetaka yang menimpa. Bila mencium aroma masakan yang
mengundang nafsu atau melihat air segar yang menggiurkan kita harus menahan
diri sampai waktu berbuka. Kita juga diajarkan untuk memegang teguh amanah
Allah SWT, lahir dan batin, karena tiada seorang pun yang sanggup mengawasi
kita kecuali Ilahi Rabbi.
Adapun puasa melatih menahan dari
berbagai gemerlapnya surga duniawi, mengajarkan sifat sabar dalam menghadapi
segala sesuatu, mengarahkan cara berfikir sehat serta menajamkan pikiran
(cerdas) karena secara otomatis mengistirahatkan roda perjalanan anggota tubuh.
Lukman berwasiat kepada anaknya :
“Wahai
anakku, apabila lambung penuh, otak akan diam maka seluruh anggota badan akan
malas beribadah”.
Dengan puasa kita
diajarkan untuk hidup teratur, karena menuntun kapan waktu buat menghidangkan
sahur dan berbuka. Bahwa berpuasa hanya dirasakan oleh umat Islam dari
munculnya warna kemerah-merahan di ufuk timur hingga lenyapnya di sebelah
barat. Seluruh umat muslim sahur dan berbuka pada waktu yang telah ditentukan
karena agama dan Tuhan yang satu.
Begitupun juga
menumbuhkan bagi setiap individu rasa persaudaraan serta menimbulkan perasaan
untuk saling menolong antar sesama. Saling membahu dalam menghadapi rasa lapar,
dahaga dan sakit. Disamping itu mengistirahatkan lambung agar terlepas dari
bahaya penyakit menular misalnya. Rasulullah SAW bersabda, “Berpuasalah kamu supaya sehat”. Seorang tabib Arab yang terkenal
pada zamannya yaitu Harist bin Kalda mengatakan bahwa lambung merupakan sumber
timbulnya penyakit dan sumber obat penyembuh.
Tiada diragukan kita dapati jihad nafsi, menyelamatkan kita dari segala
aroma keduniaan dalam menahan hawa nafsu. Seperti yang dikatakan Rasulullah SAW
:
“Wahai
pemuda/i, barang siapa yang telah memenuhi bekal, bersegeralah kawin,
sesungguhnya itu dapat menahan dari penglihatan dan menjaga kemaluan. Dan
barang siapa belum memenuhi maka berpuasalah, sesungguhnya itu adalah
penangkalnya”.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan
bahwa puasa mempunyai manfaat-manfaat yang tidak bisa kita ukur. Karenanya
bersyukurlah orang-orang yang dapat mengerjakan puasa. Sebagaimana Kamal bin
Hamman berkata, “Puasa adalah rukun Islam
yang ketiga setelah syahadat dan salat, disyariatkan Allah SWT karena
keistimewaan dan manfaatnya seperti : ketenangan jiwa dari menahan hawa nafsu,
menolong dan menimbulkan sifat menyayangi orang miskin, persamaan derajat baik
itu fakir atau kaya”.
MAKALAH 2 : PUASA DAN MACAM-MACAMNYA
Kata
Pengantar
Segala puja dan
puji bagi Allah SWT, Dzat penguasa seluruh alam jagat raya. Teriring pula
salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Amin. Sebagai wujud ikhtiar untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan
keterampilan mahasiswa di STAI RADEN QOSIM khususnya prodi PBA (Ma’had
Aly).
Kami menyusun
makalah ini berdasarkan kitab-kitab fiqih yang menganut madzhab syafi’i yang
insya Allahbisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Kami berterima kasih
kepada semua pihak yang ikut membantu untuk terselesainya makalah ini.
Kami menyadari
dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang budiman sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang.
Demikian
pentingnya mata kuliah Masa’ilul Fiqhiyah bagi mahasiswa, maka perlu diadakan
makalah yang mampu merangsang kreativitas para mahasiswa. Semoga kehadiran
makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua dalam menjalankan aktivitas
belajar-mengajar.
..................., ...... ...................... 20....
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai orang muslim kita harus
mengetahui hukum-huku fiqih, khususnya mengenai puasa. Karena puasa merupakan
suatu ibadah yang melatih kesabaran kita , selain itu puasa juga bisa menjaga
kesehatan jasmani serta rohani kita.
Oleh karena itu kami mencoba untuk
memaparkan penjelasannya supaya kita bisa mengetahui hukum-hukum seputar puasa
baik itu bagi orang yang umum ataupun orang yang udzur. Supaya puasa kita
sesuai dengan apa yang di sampaikan oleh Rosulullah SAW
1.2 Permasalahan
1) Mengkaji
pengertian puasa
2) Mengkaji
macam-macam puasa dan ketentuanya
3) Puasa
bagi orang sakit, ibu hamil & menyusui, dan konsekuensinya
4) Berobat
saat puasa ( suntik dan infuse )
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puasa
Puasa secara bahasa adalah
menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara istilah, adalah menahan diri pada
siang hari dari berbuka dengan disertai niat berpuasa bagi orang yang telah
diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
2.2 Macam-Macam Puasa dan ketentuanya
Menurut para ahli fiqih, puasa
yang ditetapkan syariat ada 4 (empat) macam, yaitu puasa fardhu, puasa sunnat,
puasa makruh dan puasa yang diharamkan.
a. Puasa
Fardhu
Puasa fardhu adalah puasa yang
harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam
puasa fardhu antara lain:
a) Puasa
bulan Ramadhan
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah
Allah SWT dalam Al-Qur’an yang artinya sebagai berikut :
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu terhindar
dari keburukan rohani dan jasmani (QS. Al Baqarah: 183).
b) Puasa
Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang
dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan
suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya
dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
· Apabila seseorang
melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh
orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa
selama tiga hari.
· Apabila seseorang
secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang
darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan
berturut-turut (An Nisa: 94).
· Apabila dengan
sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah
ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60
hari.
· Barangsiapa yang
melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan
binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh
hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan
suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut,
(tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
c) Puasa
Nazar
Adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga
tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah
menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau
mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan
keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari.
Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan
apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan
apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus
mengqadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya
maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.
b. Puasa
Sunnat
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa
yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan
tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
a) Puasa
6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya
Rasulallah saw. bersabda: “ Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan,
kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka
seakan – akan dia berpuasa selama setahun”.
b) Puasa
Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
Pada suatu hari ada seorng Arabdusun datang pada Rasulullah
saw. dengan membawa kelinci yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu
dihidangkan pada beliau maka beliau saw. hanya menyuruh orang-orang yang ada di
sekitar beliau saw. untuk menyantapnya, sedangkan beliau sendiri tidak ikut
makan, demikian pula ketika si arab dusun tidak ikut makan, maka beliau saw. bertanya
padanya, mengapa engkau tidak ikut makan? Jawabnya “aku sedang puasa tiga hari
setiap bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih setiap bulan”.
“kalau engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya
lakukanlah puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas
dan ke lima belas.
c) Puasa
hari Senin dan hari Kamis.
Dari Aisyah ra. Nabi saw. memilih
puasa hari senin dan hari kamis. (H.R. Turmudzi)
d) Puasa
hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu
menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang tekah lalu dan satu tahun
yang akan datang” (H. R. Muslim)
e) Puasa
tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari
Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka
berpuasalah pada hari itu.
f) Puasa
Nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata :
Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai
oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling d sukai oleh
Allah ialah sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian
melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk tidur,
kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut
masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal
ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at
yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
f) Puasa
bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga
kami mengatakan: beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami
mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw.
menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau
berpuasa lebih banyak daripada puasa di bulan Sya’ban.
c. Puasa
Makruh
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab,
puasa makruh itu antara lain :
1) Puasa
pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu
dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk
berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw.
bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu
hari sebelumnya atau sesudahnya.”
2) Puasa
sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda:
“Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa
sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah
hari itu.”
3) Puasa
pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada
hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka
sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini
maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim saw.
d. Puasa
Haram
Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam.
Puasa yang diharamkan. Puasa-puasa tersebut antara lain:
1) Puasa
pada dua hari raya
Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan
hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu
beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk
mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1 Syawwal) dan
hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu.(HR
Bukhari)
2) Puasa
seorang wanita dengan tanpa izin suami
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh
seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain
bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin suaminya.”( HR Ibnu Majah )
2.3 Puasa bagi orang Sakit
Kewajiban melakukan ibadah
berlaku bagi setiap mukallaf, yaitu muslim/muslimah yang telah dewasa (baligh)
dan berakal sehat (a’qil). Ketentuan ini berlaku umum bagi dalam segala jenis
ibadah. Khusus untuk puasa Ramadhan, ditambahkan ketentuan lain, yaitu harus
dalam keadaan suci dari haidh atau nifas, dan memiliki kemampuan fisik
(ithaqah) untuk menjalankan puasa.
Semua ketentuan tersebut dalam istilah fiqih disebut sebagai syurutl wujub (syarat wajib). Apabila salah satu dari ketentuan-ketentuan tersebut tidak terpenuhi, maka ibadah itu tidak lagi bersifat wajib bagi yang bersangkutan.
Semua ketentuan tersebut dalam istilah fiqih disebut sebagai syurutl wujub (syarat wajib). Apabila salah satu dari ketentuan-ketentuan tersebut tidak terpenuhi, maka ibadah itu tidak lagi bersifat wajib bagi yang bersangkutan.
Dalam al-fiqhul Islami dijelaaskan beberapa hal yang bisa
memperbolehkan seseorang untuk tidak berpuasa, diantaranya adalah sakit
2.4 Puasa untuk Wanita Hamil dan Menyusui
Pada dasarnya,
wanita hamil dan menyusui termasuk yang terkena khitab perintah shaum (puasa) dalam
ayat shiyam, QS. Al Baqarah: 183. Namun, apabila mereka khawatir atas bahaya
bagi dirinya atau janin dan anak susuannya bila tetap berpuasa, maka dibolehkan
untuk berbuka (tidak berpuasa). Jadi apabila wanita hamil dan menyusui mampu
melaksanakan puasa pada bulan Ramadlan, ia wajib menunaikannya. Namun, jika
tidak mampu atau takut dan khawatir akan kesehatan dirinya, janin atau bayi
yang disusuinya, ia boleh tidak puasa. Dan ketakutan/kekhawatiran ini bukan
semata angan-angan dan anggapan belaka yang dibuat-buat, tetapi karena data dan
pengalaman yang sudah-sudah, atau berdasarkan saran dokter ahli.
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنْ
الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنْ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ
الصَّوْمَ أَوْ الصِّيَامَ
“Sesungguhnya Allah 'Azza wa
Jalla telah memberikan keringanan bagi musafir untuk tidak mengerjakan separoh
shalat. Dan memberikan keringanan bagi musafir, wanita hamil dan menyusui
untuk tidak berpuasa.” (HR.Abu Dawud)
Ø Konsenkuensi bagi wanita hamil & menyusui
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam
tafsrinya menyebutkan 4 pendapat di kalangan ulama mengenai wanita hamil dan
menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir akan kesehatan dirinya atau
anaknya. Pertama, keduanya membayar fidyah, dan mengqadla
(mengganti pada hari lain) puasanya. Kedua, membayar fidyah saja
tanpa qadla’. Ketiga, wajib mengqadla’ tanpa membayar fidyah. Keempat,
berbuka tanpa harus qadla’ dan fidyah.
Syaikh Shalih al-Fauzan dalam
Al-Mulakhas al-Fiqhi (1/392) menyebutkan, bagi wanita hamil apabila tidak mampu
berpuasa dia boleh berbuka dan mengqadla’ (mengganti pada hri lain) puasanya.
Kedudukannya seperti orang yang sakit dalam firman Allah,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barang siapa di antara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”
(QS. Al-Baqarah: 184)
Dan bersamaan dengan qadla’ tadi,
dia wajib membayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin pada setiap
harinya apabila berbukanya tadi disebabkan kekhawatiran atas bayinya. Pendapat
ini didasarkan pada fatwa Ibnu Abbas dan lainnya dari kalangan sahabat
sebagaimana yang dinukil Ibnul Qayyim dalam Zaad al-Ma’ad: 2/29,
“Ibnu Abbas dan yang lainnya dari
kalangan sahabat berfatwa mengenai wanita hamil dan menyusui apabila khawatir
atas anaknya: agar keduanya berbuka dan memberi makan seorang miskin pada
setiap harinya; memberi makan menempati maqam puasa.” Maknanya, menempati
kedudukan pelaksanaan puasa, dengan tetap wajib mengqadla bagi keduanya.
(Al-Mulakhas al-Fiqhi: 1/392)
Imam al-Bukhari dalam penafsiran أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ menukil pendapat Imam al-Hasan
al-Bashri Ibrahim mengenai wanita menyusui dan hamil, apabila keduanya khawatir
(takut) atas diri keduanya atau anaknya: “Keduanya berbuka kemudian mengqadla.”
Terdapat fatwa dari Lajnah Daimah
(10/226) tentang wajibnya qadla bagi wanita hamil, “Adapun wanita hamil, maka
wajib baginya berpuasa waktu hamilnya kecuali apabila dia khawatir bila tetap
berpuasa akan membahayakan dirinya atau janinnya, maka diberi rukhsah
(keringanan) baginya untuk berbuka dan mengganti setelah melahirkan dan suci
dari nifas.”
Tentang perintah fidyah
didasarkan pada riwayat dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar radliyallaahu 'anhuma
pernah ditanya tentang wanita hamil apabila dia khawatir terhadap anaknya dan
berpuasa sangat berat baginya, lalu beliau berkata,
تُفْطِرُ وَتُطْعِمُ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ
مِسْكِينًا مُدًّا مِنْ حِنْطَةٍ
“Wanita itu boleh berbuka dan
memberi makan orang miskin sebanyak satu mud setiap harinya (disebut juga
dengan fidyah).” (HR. Malik dan al-Baihaqi).
2.5 Berobat saat puasa (dengan suntik atau infuse)
Suntik dan infus sama-sama
memasukkan cairan ke dalam tubuh dengan alat bantu jarum. Bedanya, suntik
berisi cairan obat-obatan, sedangkan infuse biasanya berupa nutrisi yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh. Pada galibnya, orang sakit tidak memiliki nafsu makan,
atau karena pertimbangan tertentu tidak dibenarkan mengkonsumsi makanan menurut
cara normal. Di sini, infus menjadi sebuah solusi.
Karena perbedaan zat yang dikandung, suntik dan infus
memiliki efek yang tidak sama. Setelah diinfus, tubuh akan terasa relative
segar dan tidak lapar, meskipun juga tidak kenyang. Sementara suntik, murni
obat untuk menyembuhkan penyakit, bukan menggantikan makanan dan minuman.
Suntik dan infus dengan fungsi yang berbeda, pada hakikatnya
saling melengkapi. Penyakit susah disembuhkan jika tubuh kekurangan vitamin dan
zat-zat lain yang sangat dibutuhkan. Sementara terpenuhinya kebutuhan gizi,
tidak secara otomatis melenyapkan penyakit, tanpa ditunjang obat-obatan.
Definisi puasa yang paling praktis adalah meninggalkan makan/minum dan berhubungan seksual. Pengertian makan dan minum dalam konteks berpuasa, ternyata lebih luas dari sekedar memasukkan makanan dan minuman lewat mulut. Ia mencakup masuknya benda ke dalam rongga tubuh (al-jawf) lewat organ yang berlubang terbuka (manfadz maftuh), yaitu mulut, telinga, dubur, kemaluan, dan hidung.
Definisi puasa yang paling praktis adalah meninggalkan makan/minum dan berhubungan seksual. Pengertian makan dan minum dalam konteks berpuasa, ternyata lebih luas dari sekedar memasukkan makanan dan minuman lewat mulut. Ia mencakup masuknya benda ke dalam rongga tubuh (al-jawf) lewat organ yang berlubang terbuka (manfadz maftuh), yaitu mulut, telinga, dubur, kemaluan, dan hidung.
Melihat ketentuan tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa
suntik tidak membatalkan puasa. Sebab proses masuknya obat tidak melalui organ
berlubang terbuka, tetapi jarum khusus yang ditancapkan ke dalam tubuh. Lagi
pula, suntik tidak menghilangkan lapar dan dahaga sam sekali.
Adapun infuse, menurut Dr. yusuf Qardhawi dalam fatawi
mu’ashirah, 324, merupakan penemuan baru, sehingga tidak diketemukan keterangan
hukumnya dari hadits, shahabat, tabiin, dan para ulama terdahulu. Oleh karena
itu, ulama kontemporer berbeda pendapat, antara membatalkan dan tidak. Dr.
Yususf Qardhawi, meskipun cenderung kepada pendapat yang tidak membatalkan,
menyarankan agar penggunaan infuse dihindari pada saat berpuasa. Alasannya,
meskipun infuse tidak mengenyangkan, tetapi cukup menjadikan tubuh terasa
relative segar.
Intinya, infuse dapat dilihat dari dua sisi, proses masuk
dan efek yang ditimbulkan. Ditinjau dari sisi pertama, infuse tidak membatalkan
puasa, seperti suntik, sebab masuknya cairan tidak melalui ogan tubuh yang
berlubang terbuka. Tetapi, melihat fakta bahwa ia berpotensi menyegarkan badan
dan menghilangkan lapar serta dahaga, kita patut bertanya: apakah menyatakan
infuse tidak membatalkan puasa tidak berlawanan dengan tujuan puasa itu
sendiri, yakni merasakan lapar dan dahaga sebagai wahana latihan mengendalikan
nafsu dan menumbuhkan empati kepada kaum mustadhafin.
Untuk menghadapi masalah yang disangsikan hukumnya, cara
paling aman adalah meninggalkannya, sebagai diajarkan Rasulullah kaitannya
dengan perkara syubhat (tidak jelas halal haramnya). Ini artinya, pendapat
infuse membatalkan puasa lebih menerminkan sikap berhati-hati (al-ahwath) dalam
beragama. Toh orang sakit mendapat dispensasi berbuka pada bulan puasa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Puasa
secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara istilah,
adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat berpuasa
bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
2. Puasa
yang ditetapkan syariat ada 4 (empat) macam, yaitu puasa fardhu, puasa sunnat,
puasa makruh dan puasa yang diharamkan.
3. Beberapa
hal yang bisa memperbolehkan seseorang untuk tidak berpuasa, diantaranya adalah
sakit
4.
Wanita hamil dan menyusui termasuk yang terkena khitab perintah shaum
(puasa) dalam ayat shiyam, QS. Al Baqarah: 183. Namun, apabila mereka khawatir
atas bahaya bagi dirinya atau janin dan anak susuannya bila tetap berpuasa,
maka dibolehkan untuk berbuka.
3.2 Saran-saran
Ø Mempelajari ilmu fiqih amatlah penting, dan seharusnya di
tanamkan sejak dini bagi seluruh pelajar islam di Indonesia, dan juga
bagi orang yang bergama islam yang masih awam, terutama mengenai bab puasa.
Dengan mempelajari masilul fiqhiyah kita dapat mengetahui hukum-hukum dari
masalah tersebut.
Ø Selanjutnya kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembaca sangat kami harapkan guna untuk memperbaiki makalah-makalah kami
selanjutnya.
MAKALAH : 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puasa merupakan salah satu dari rukun islam kita sebagai umat muslim wajib menjalankan puasa Ramadhan saya menuliskan tema puasa ini agar kita lebih mengerti apa puasa itu dan semoga kita menjadi penguasa diri kita sendiri dengan berpuasa. Ramadhan merupakan bulan dimana kita harus dapat mengendalikan diri kita,hal yang utama yang harus kita lakukan dalam pelaksanaan puasa ramadhan adalah kita harus menjadi penguasa dan raja bagi diri kita sendiri kita harus benar-benar mengendalikan menurut aturan Ilahi yang berlaku. Kalau berbicara harus kita kendalikan demikian juga dengan mata semuanya harus kita kendalikan dengan baik. Mungkin kadang ada bertanya kenapa kita tetap sengsara, atau mengapa hidup kita gelisah dan tidak tenang ? jawaban yang tepat adalah karena kita tidak dapat mengendalikan diri kita sendiri. Pada bulan Ramadhan ini kita harus seperti kepongpong masuk seperti ulat berbulu yang ditakuti dan menjijikan dan keluar sebagai kupu-kupu yang indah yang begitu disenangi banyak orang, yang dapat kita artikan sebusuk dan sekotor apapun diri kita ,setelah menjalankan ibadah puasa ini kita harus menjadi orang yang memiliki kepribadian yang indah dan bermanfaat bagi dirikita sendiri dan orang lain.
Di bulan suci Ramadhan inilah kesempatan yang baik untuk megembleng diri agar menjadi terindah dan terbaik. Rasulullah mensinyalir,umat islam akan banyak melaksanakan puasa ,hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Bagai mana menurut ada apakah ini benar? Kalau Rasulullah sudah mensinyalir demikian memang demikian keadaannya karena semua yang dikatakan dan dilakukan Rasulullah semua itu benar adanya dan tidak ada yang salah .
Perkembangan pada saat ini apakah sesuai dengan sinyalemen Rasulullah tadi? Ibadah puasa umat islam pada saat ini Alhamdulillah sudah agak meningkat ternyata mereka mulai sadar ,mereka sadar bahwa ibadah puasa ini tidaklah sebuah tradisi saja melainkan sebuah jalan untuk meningkatkan keimanan.
B.Tujuan
1) Memahami Pengertian Puasa
Puasa tidak hanya menaha diri dari makan dan minum tapi harus menahan diri dari hal-hal yang akan merusak pahala puasa bitu sendiri ibadah puasa yang pokok adalah “menahan makan,minum,dan hawa nafsu mulai terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari” akan tetapi kita juga harus menahan nafas,bibir,mata, dan semua anggota badan kita dari hal-hal yang akan mebatalkan puasa.
Jika menurut mata sesuatu itu enak dilihat ,tetapi akan merusak amalan puasa maka tundukanlah . Demikian pula dengan bibir kita harus berhenti untuk tidak bicara yang tidak baik dan berguna. Mudah-mudahan setelah mulut,mata ,dan seluruh anggota badan kita bersih dengan menahan diri dari segala sesuatu yang tidak baik semoga hati kita menjadi bersih , dan hal ini merupakan puncak dari dari segala keindahan menikmati hidup di dunia ini. Karena orang yang hatinya bersih akan menjadi cahaya bagi diri sendiri dan orang lain.
2) Medefisinikan Macam-macam Puasa
A. PUASA FARDHU
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a. Puasa bulan Ramadhan
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
– yâ ayyuhal-ladzîna âmanûkutiba ‘alaykumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alal-ladzîna min qoblikum la’allakum tattaqûn –
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu terhindar dari keburukan rohani dan jasmani (QS. Al Baqarah: 183).
– syahru Romadhônal-ladzî unzila fîhil-qurânu hudal-lin-nâsi wa bayyinâtim-minal-hudân wal-furqôn(i). Faman syahida min(g)kumusy-syahro falyashumh(u). wa man(g) kâna marîdhon aw ‘alâ safari(g) fa’iddatum-min ayyâmin ukhor. Yurîdullohu bikumul-yusro wa lâ yurîdu bikumul-‘usro wa litukmilul-‘iddata walitukabbirulloha ‘alâ mâ hadâkum wa la’allakum tasykurûn -
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqoroh: 185)
b. Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
• Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
• Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
• Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
• Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi:
Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan berturut-turut.[1]
c. Puasa Nazar
Puasa nadzar adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.
B. PUASA SUNNAT
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw. bersabda: “ Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun”.[2]
2. Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan
Qomariyah
Pada suatu hari ada seorng Arabdusun datang pada Rasulullah saw. dengan membawa kelinci yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu dihidangkan pada beliau maka beliau saw. hanya menyuruh orang-orang yang ada di sekitar beliau saw. untuk menyantapnya, sedangkan beliau sendiri tidak ikut makan, demikian pula ketika si arab dusun tidak ikut makan, maka beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau tidak ikut makan? Jawabnya “aku sedang puasa tiga hari setiap bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih setiap bulan”. “kalau engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima belas.[3]
3. Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Dari Aisyah ra. Nabi saw. memilih puasa hari senin dan hari
kamis. (H.R. Turmudzi)[4]
4. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan
dosa dua tahun, satu tahun yang tekah lalu dan satu tahun yang akan datang” (H.
R. Muslim)[5]
5. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari
Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka
berpuasalah pada hari itu.[6]
6. Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah
swt. ialah puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling d sukai oleh Allah ialah
sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan
ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk tidur, kembali Nabi
Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”[7]
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa
tersebut masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari
Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan adalah berpuasa pada satu
hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja.
7. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami
mengatakan: beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan:
beliau tidak berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw. menyempurnakan
puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih
banyak daripada puasa di bulan Sya’ban.[8]
C. PUASA MAKRUH
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :
• Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.” [9]
• 2. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”[10]
• 3. Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim saw.[11]
D. PUASA HARAM
Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam. Puasa yang diharamkan. Puasa-puasa tersebut antara lain:
• Puasa pada dua hari raya
Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1 Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu.[12](Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
• Puasa seorang wanita dengan tanpa izin suami
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin suaminya.”[13](Sunan Ibnu Majah, jilid II, No.1761).
3) Mejelaskan Hal-hal
yang Mebatalkan Puasa
• Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
• Jima’ (bersenggama).
• Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
• Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluarnya tanpa sengaja.
• Keluarnya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
• Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
”Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam lafazh lain disebutkan : “Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya).” DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu’ dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
• Murtad dari Islam (semoga Allah melindungi kita darinya). Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta’ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. “(Al-An’aam:88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja. Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
• Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
• Jima’ (bersenggama).
• Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
• Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluarnya tanpa sengaja.
• Keluarnya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
• Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
”Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi). Dalam lafazh lain disebutkan : “Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya).” DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu’ dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
• Murtad dari Islam (semoga Allah melindungi kita darinya). Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta’ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. “(Al-An’aam:88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja. Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. MANFAAT PUASA
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi kejiwaan,
sosial dan kesehatan, di antaranya:
• Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa
membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana
menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri,
yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta ‘ala :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ” (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para saudaraku kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur’anul Karim. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.
Firman Allah Ta ‘ala :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ” (Al-Baqarah: 183)
Catatan Penting :
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan kepada para saudaraku kaum muslimin yang suka merokok. Sesungguhnya dengan cara berpuasa mereka bisa meninggalkan kebiasaan merokok yang mereka sendiri percaya tentang bahayanya terhadap jiwa, tubuh, agama dan masyarakat, karena rokok termasuk jenis keburukan yang diharamkan dengan nash Al-Qur’anul Karim. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih balk. Hendaknya mereka tidak berpuasa (menahan diri) dari sesuatu yang halal, kemudian berbuka dengan sesuatu yang haram, kami memohon ampun kepada Allah untuk kami dan untuk mereka.
• Termasuk manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat
berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan
perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka
berbuat kebajikan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.
Sebagaimana ia juga menjaga masyarakat dari kejahatan dan kerusakan.
• Sedang di antara manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan
adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh
dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di
perut.
• Termasuk manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena
berlebihan, balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa
mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan
kelengahan.
• Di antara manfaatnya juga adalah mengosongkan hati hanya untuk
berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti
maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk
berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut
kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak,
kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir
dan berfikir.
• Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya.
Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak
orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak
pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada
saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan
mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini
akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba
kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang
memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
• Termasuk manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah
yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada anak
Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan
setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu
syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah dengan
berpuasa ( Lihat kitab Larhaa’iful Ma’aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 163)
sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).
B. Keutamaan Puasa
Puasa merupakan salah satu amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala yang mana Allah menjanjikan keutamaan dan manfaat yang besar bagi yang mengamalkannya,
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إلا الصِيَامَ.
فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ. فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ
أَحَدِكُمْ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ وَلا يَجْهَلْ. فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ
قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ – وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ
بِيَدِهِ. لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ
رِيْحِ المِسْك. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ.
وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya
ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, puasa adalah perisai, maka
apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata-kata keji,
dan janganlah berteriak-teriak, dan janganlah berperilaku dengan perilakunya
orang-orang jahil, apabila seseorang mencelanya atau menzaliminya maka
hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya saya sedang berpuasa (dua kali), demi
Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa
lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari wangi kesturi, dan bagi orang
yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang ia berbahagia dengan keduanya, yakni
ketika ia berbuka ia berbahagia dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan
Rabbnya ia berbahagia dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لا يَصُوْمُ عَبْدٌ يَوْمًا
فِي سَبِيْلِ الله. إلا بَاعَدَ اللهُ، بِذَلِكَ اليَوْمِ، وَجْهَهُ عَنِ النَارِ سَبْعِيْنَ
خَرِيْفاً.
“Tidaklah seorang hamba
berpuasa satu hari di jalan Allah kecuali Allah akan menjauhkan wajahnya dari
api neraka (dengan puasa itu) sejauh 70 tahun jarak perjalanan.” (HR. Bukhari
Muslim dan yang lainnya)
Sebagaimana jenis
ibadah lainnya maka puasa haruslah didasari niat yang benar yakni beribadah
kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata-mata serta dilaksanakan sesuai dengan
tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Secara Syar’i makna
puasa adalah “menahan diri dari makan, minum dan jima’ serta segala sesuatu
yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari dengan niat
beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala” ,
Maka jika seseorang
menahan diri dari makan dan minum tidak sebagaimana pengertian di atas atau
menyelisihi dari apa yang menjadi tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam maka tentu saja ini merupakan hal yang menyimpang dari syariat, termasuk
perbuatan yang sia-sia dan bahkan bisa jadi mendatangkan kemurkaan Allah
subhanahu wa ta’ala,
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي
الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصِّيَامُ
جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ
إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ
أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ
أَمْثَالِهَا
Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abu Az Zanad dari Al A’raj
dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu; Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :”Shaum itu benteng, maka (orang yang melaksanakannya)
janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula berbuat bodoh. Apabila ada
orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah aku sedang
shaum (ia mengulang ucapannya dua kali).
Dan demi Dzat yang
jiwaku berada di tanganNya, sungguh bau mulut orang yang sedang shaum lebih
harum di sisi Allah Ta’ala dari pada harumnya minyak misik, karena dia
meninggalkan makanannya, minuman dan nafsu syahwatnya karena Aku.
Puasa perisai api
neraka
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ وَقُتَيْبَةُ
بْنُ سَعِيدٍ قَالَا حَدَّثَنَا الْمُغِيرَةُ وَهُوَ الْحِزَامِيُّ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ
عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصِّيَامُ جُنَّةٌ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصِّيَامُ جُنَّةٌ
Telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab dan Qutaibah bin Sa’id keduanya
berkata, Telah menceritakan kepada kami Al Mughirah Al Hizami dari Abu Zinad
dari Al A’raj dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Puasa adalah perisai (yang akan melindungi
seseorang dari api neraka).”
Hadis riwayat Imam Muslim dalam sahihnya no hadis 1943
Hadis riwayat Imam Muslim dalam sahihnya no hadis 1943
Ar rayyan untuk orang yang berpuasa
حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ
مَخْلَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو حَازِمٍ عَنْ
سَهْلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Mukhallad telah
menceritakan kepada kami Sulaiman bin Bilal berkata, telah menceritakan kepada
saya Abu Hazim dari Sahal radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:”Dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Ar-Rayyan,
yang pada hari qiyamat tidak akan ada orang yang masuk ke surga melewati pintu
itu kecuali para shaimun (orang-orang yang berpuasa).
Tidak akan ada seorangpun yang masuk melewati pintu tersebut selain mereka. Lalu dikatakan kepada mereka; Mana para shaimun, maka para shaimun berdiri menghadap. Tidak akan ada seorangpun yang masuk melewati pintu tersebut selain mereka. Apabila mereka telah masuk semuanya, maka pintu itu ditutup dan tidak akan ada seorangpun yang masuk melewati pintu tersebut”.
Hadis riwayat Imam Muslim dalam Sahihnya no hadis 1763
C. Hukum-hukum yang Berkaitan dengan Puasa
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا
كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ
كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى
الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ
خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan , maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS.al-Baqarah:183-184)
• Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari. Firman Allah Ta ‘ala:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ
مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِمِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
” …….dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam … “(Al-Baqarah: 187),
• Kapan dan bagaimana
puasa Ramadhan diwajibkan ?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya’ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya hilal, atau setelah bulan Sya’ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
• Siapa yang wajib berpuasa Ramadhan ?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
• Syarat wajibnya puasa Ramadhan ?
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
• Kapan anak kecil diperintahkan puasa ?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
• Syarat sahnya puasa. Syarat-syarat sahnya puasa ada enam :
1. Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
2. Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
3. Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang baik dengan yang buruk).
4. Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
5. Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
6. Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib.
1. Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
2. Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
3. Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang baik dengan yang buruk).
4. Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
5. Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
6. Niat : dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib.
Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : “Barangsiapa
yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah
puasanya. “(HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi. Ia
adalah hadits mauquf menurut At-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam.
Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam.
C. HIKMAH PUASA
RAMADHAN
“Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kamu,supaya kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (S.al-Baqarah:183)
PUASA menurut syariat ialah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa (seperti makan, minum, hubungan kelamin, dan sebagainya) semenjak terbit fajar sampai terbenamnya matahari,dengan disertai niat ibadah kepada Allah,karena mengharapkan redho-Nya dan menyiapkan diri guna meningkatkan Taqwa kepada-Nya.
RAMAHDAH bulan yang banyak mengandung Hikmah didalamnya.Alangkah gembiranya hati mereka yang beriman dengan kedatangan bulan Ramadhan. Bukan sahaja telah diarahkan menunaikan Ibadah selama sebulan penuh dengan balasan pahala yang berlipat ganda,malah dibulan Ramadhan Allah telah menurunkan kitab suci al-Quranulkarim,yang menjadi petunjuk bagi seluruh manusia dan untuk membedakan yang benar dengan yang salah.
Puasa Ramadhan akan membersihkan rohani kita dengan menanamkan perasaan kesabaran, kasih sayang, pemurah, berkata benar, ikhlas, disiplin, terthindar dari sifat tamak dan rakus, percaya pada diri sendiri, dsb.
Meskipun makanan dan minuman itu halal, kita mengawal diri kita untuk tidak makan dan minum dari semenjak fajar hingga terbenamnya matahari,karena mematuhi perintah Allah.Walaupun isteri kita sendiri, kita tidak mencampurinya diketika masa berpuasa demi mematuhi perintah Allah s.w.t.
Ayat puasa itu dimulai dengan firman Allah:”Wahai orang-orang yang beriman” dan disudahi dengan:” Mudah-mudahan kamu menjadi orang yang bertaqwa.”Jadi jelaslah bagi kita puasa Ramadhan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan.Untuk menjadi orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah kita diberi kesempatan selama sebulan Ramadhan,melatih diri kita,menahan hawa nafsu kita dari makan dan minum,mencampuri isteri,menahan diri dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia,seperti berkata bohong, membuat fitnah dan tipu daya, merasa dengki dan khianat, memecah belah persatuan ummat, dan berbagai perbuatan jahat lainnya.Rasullah s.a.w.bersabda:
“Bukanlah puasa itu
hanya sekedar menghentikan makan dan minum tetapi puasa itu ialah menghentikan
omong-omong kosong dan kata-kata kotor.” (H.R.Ibnu Khuzaimah)
Beruntunglah mereka yang dapat berpuasa selama bulan Ramadhan, karena puasa itu bukan sahaja dapat membersihkan Rohani manusia juga akan membersihkan Jasmani manusia itu sendiri, puasa sebagai alat penyembuh yang baik. Semua alat pada tubuh kita senantiasa digunakan, boleh dikatakan alat-alat itu tidak berehat selama 24 jam. Alhamdulillah dengan berpuasa kita dapat merehatkan alat pencernaan kita lebih kurang selama 12 jam setiap harinya. Oleh karena itu dengan berpuasa, organ dalam tubuh kita dapat bekerja dengan lebih teratur dan berkesan.
Perlu diingat ibadah puasa Ramadhan akan membawa faaedah bagi kesehatan rohani dan jasmani kita bila ditunaikan mengikut panduan yang telah ditetapkan, jika tidak maka hasilnya tidaklah seberapa malah mungkin ibadah puasa kita sia-sia saja.
Allah berfirman yang maksudnya:
“Makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (s.al-A’raf:31)
Nabi s.a.w.juga bersabda:
“Kita ini adalah kaum yang makan bila lapar, dan makan tidak kenyang.”
Tubuh kita memerlukan makanan yang bergizi mengikut keperluan tubuh kita. Jika kita makan berlebih-lebihan sudah tentu ia akan membawa muzarat kepada kesehatan kita. Boleh menyebabkan badan menjadi gemuk, dengan mengakibatkan kepada sakit jantung, darah tinggi, penyakit kencing manis, dan berbagai penyakit lainnya. Oleh itu makanlah secara sederhana, terutama sekali ketika berbuka, mudah-mudahan Puasa dibulan Ramadhan akan membawa kesehatan bagi rohani dan jasmani kita. Insy Allah kita akan bertemu kembali.
Allah berfirman yang
maksudnya: “Pada bulan Ramadhan diturunkan al-Quran pimpinan untuk manusia dan
penjelasan keterangan dari pimpinan kebenaran itu, dan yang memisahkan antara
kebenaran dan kebathilan. Barangsiapa menyaksikan (bulan) Ramadhan, hendaklah
ia mengerjakan puasa.
(s.al-Baqarah:185)
(s.al-Baqarah:185)
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
Memang segala sesuatu
harus diketahuai ilmunya dan dasar-dasar yang mendasari sesuatu hal,sehingga
seseorang akan mau dan mampu mempelajari dan mengamalkan sesutuatuhal lebih
banyak dan dengan baik sepertipula puasa, maka seseorang itu akan melaksanakan
puasa dengan sungguh-sungguh kalo tahu manfaatnya dan hokum-hukum yang
mendasari sebuah amalan.Jadi jadikanlah bulan suci Ramadhan ini sebagai bulan
untuk berprestasi seperti halnya Rasulullah saw. Para sahabat dan orang-orang
saleh sebagai bulan untuk berprestasi kepada Allah.
Jagan sia-siakan kesempatan terbaik ini karena kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh Allah Swt.Bulan Ramadhan merupakan hadiah besar yang langsungsung dberikan Allah . Bagi umat islam sebagai sarana penyucian diri, Insya Allah,orang termalangpun bias sukses apabila melaksanakan puasa dengan baik dan benar. Oleh karena itu segeralah mengejar ilmunya dan amalkan dengan sungguh-sungguh.
Mohon Maaf Bila ada yang kurang, Terima Kasih Atas kunjungan saudara-saudara. Wassalam
0 comments:
Posting Komentar