BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-qur`an di turunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah
tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang
di dasarkan pada keimanan kepada Allah SWT dan risalah-risalah-Nya. Dimana
tempat turunnya al-Qur’an itu berbeda sehingga hal itu menyebabkan kita
membedakan Al-Qur’an dari segi tempat turunnya. Seperti yang kita ketahui,
Al-Qur’an berdasarkan tempat turunnya itu dibedakan menjadi 2, yakni Makkiyah dan
Madaniyyah.
Orang yang membaca al-Qur’anul Karim akan melihat bahwa ayat-ayat
Makkiyah mengandung karakteristik yang tidak ada dalam ayat-ayat Madaniyah,
baik dalam irama maupun maknanya; sekalipun yang kedua ini didasarkan pada yang
pertama dalam hokum-hukum dan perundang-undangannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu Makkiyah dan Madaniyyah ?
2.
Bagaimana penentuan Makki dan Madani?
3.
Bagaimana klasifikasi ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
Kata al-makki berasal dari kata “Mekkah”
dan al-madani berasal dari kata “Madinah”. Kedua kata tersebut telah
dimasuki “ya’” nisbah sehingga menjadi al-makkiy atau al-makkiyah
dan al-madaniy atau al-madaniyah. Secara harfiah, al-makki atau
al-makkiyah berarti “yang bersifat Mekkah” atau “yang berasal dari
Mekkah”, sedangkan al-madaniy atau al-madaniyah berarti “yang
bersifat Madinah” atau “yang berasal dari Madinah”. Maka ayat atau surah yang
turun di Mekkah disebut dengan al-makkiyah dan yang diturunkan di
Madinah disebut dengan al-madaniyah.[1]
Orang yang membaca al-Qur’anul Karim akan
melihat bahwa ayat-ayat Makkiyah mengandung karakteristik yang tidak ada dalam
ayat-ayat Madaniyah, baik dalam irama maupun maknanya; sekalipun yang kedua ini
didasarkan pada yang pertama dalam hokum-hukum dan perundang-undangannya. Pada
zaman jahiliyah masyarakat sedang dalam keadaan buta dan tulli, menymbah
berhala, mempersekutukan Allah, mengingkari wahyu, mendustakan hari akhir dan
mereka mengatakan ;[2]
Artinya;
‘Apakah apabila kami telah
mati dan telah menjadi tanah serta menjadi tulang belulang, apakah benar-benar
kami akan dibangkitkan (kembali)?’ (Ash Shaaffaat ; 16)
Artinya ;
“Dan mereka berkata:
"Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan
kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa", dan
mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain
hanyalah menduga-duga saja. ”( Al Jaatsiyah:24)
Secara istilah al-makki
wa al-madani berarti “suatu ilmu yang membahas tentang tempat dan periode
turunnya surah atau ayat Al-qur’an, baik Mekkah ataupun Madinah”. Ayat atau
surah yang turun pada periode Mekkah disebut dengan ayat/surah makkiyah
dan ayat/surah yang turun pada periode Madinah disebut dengan ayat madaniyah[3]. Secara terperinci para mufassir
berbeda pendapat dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyah
tersebut. Perbedaan itu ialah[4]:
a.
Al-makki adalah surat
atau ayat yang diturunkan di Mekkah dan sekitarnya, walaupun setelah
hijrah.sedangkan al-madani adalah surah atau ayat yang turun di Madinah dan
sekitarnya.
b.
Al-makki adalah ayat-ayat yang dikhitabkan kepada penduduk Mekkah
sedangkan al-madani adalah ayat-ayat yang dikhitabkan kepada penduduk
Madinah.
c.
Al-makki adalah surah atau ayat yang turun kepada Nabi sebelum
hijrah, sedangkan al-madani adalah surah atau ayat yang turun kepada
Nabi setelah hijrah. Berdasarkan definisi ini, maka ayat yang turun di Mekkah
setelah Nabi hijrah ke Madinah termasuk dalam kategori ayat al-madaniyah.
Perbedaan pendapat diatas dilatarbelakangi oleh berbedanya standar atau dasar
pijakan mereka dalam membuat definisi. Ada
tiga standar yang dijadikan sebagai dasar, yaitu tempat turunnya (makan
an-nuzul) dan individu atau masyarakat yang menjadi objek pembicaraan,
larangan atau perintah Al-qur’an (al-ashkash, al-mukhathabin) dan
periode penurunan Al-qur’an (zaman an-nuzul). Diantara ketiga definisi
diatas, yang paling masyhur adalah definisi terakhir, yaitu al-makki
surah atau ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah dan al-madani surah
atau ayat yang diturunkan setelah Nabi hijrah walaupun turunnya di mekkah.
Sebab hal itu sesuai dengan kegunaan ilmu al-makki wa al-madani ini
dipelajari[5]. Menurut Az-Zarqani ada tiga hal atau
manfaat kegunaan ilmu al-makki dan al-madani, yaitu[6] :
a.
menentukan ayat nasikh dan mansukh. Jika seseorang mufassir
atau mujtahid menemui dua ayat yang kontradiktif, dan dia mengetahui bahwa
salah satu diantaranya ayat al-madaniyah dan yang lain al-makkiyah,
maka dia dapat menetapkan bahwa ayat al-makkiyah itu telah di-nasakh-kan
oleh ayat al-madaniyah.
b.
Mengetahui sejarah syariat. Ia dibebankan kepada umat secara
berangsur-angsur. Terlihat, misalnya, nuansa bimbingan ayat-ayat al-makkiyah
kepada umat ini berbeda dengan ayat-ayat al-madaniyah. Sebab
periode sebelum hijrah merupakan tahap pertumbuhan, karena itu perlu diberikan
secara perlahan-lahan dan tidak merasa diberatkan. Sedangkan periode setelah
hijrah merupakan tahap perkembangan, karena itu umat sudah siap menerima segala
yang dating dari Allah. Dengan cara demikian, tidak ada para sahabat yang menentang
ajaran islam; mereka sepenuhnya tunduk kepada perintah Nabi.
c.
Menanamkan keyakinan kepada umat, dari sudut sejarah, mengenai keabsahan
Al-qur’an. Ia datang dari tuhan, bersih dari penyimpangan dan perubahan. Para
ulama sangat besar perhatiannya kepada Al-qur’an, sehingga mereka tidak hanya
mengetahui, mencatat, dan mengkaji ayat-ayat saja, tetapi juga mengetahui dan
mempelajari ayat-ayat yang turun setelah dan sebelum hijrah, ayat yang turun di
siang hari, malam hari, di tempat Nbi tinggal, dalam perjalanan, pada musim
panas, musim dingin, dan lain sebagainya.
B Penentuan Ayat Al-Makkiyah dan Al-Madaniyyah
Ilmu al-makkiyah dan al-madaniyyah termasuk dalam kategori ilmu
riwayah. Justru itu, ia tidak akan dapat dikuasai dan diketahui kecuali melalui
riwayat dari sahabat. Karena hanya merekalah yang menyaksikan turunnya
ayat-ayat Alqur;an kepada Nabi, dalam suasana, tempat, dan masa tertentu. Atau
boleh juga melalui riwayat tabi’n yang mereka terima dari sahabat.
Ada dua cara
yang dapat digunakan untuk mengetahui ayat al-makkiyah dan al-madaniyyah,
yaitu sima’i dan qiyasi(analogi). Yang pertama adalah berdasarkan
penjelasan para sahabat secara langsung. Hal ini dapat diketahui melalui
riwayat yang telah ditulis oleh para ahli hadits, seperti al-kuttub
as-sittah. Dan yang terkhir adalah dengan cara membandingkan tanda-tanda al-makki
atau al-madani dengan struktur ayat yang terdapat dalam surah.
Dalam hal qiyasi ini, para ulama telah membuat tanda atau cirri-ciri
masing-masing keduanya yang dapat dijadikan standar untuk menentukan makkiyah
atau madaniyah-nya suatu surah/ayat[7].
Cirri-ciri ayat makkiyah,
adalah[8]
· Ayat dan
Surahnya pendek dan susunannya jelas
· Banyak
bersajak
· Banyak
qasam, tasybih, dan amtsal.
· Gaya bahasa al-makkiyah
jarang bersifat konkret dan realistis materialis, terutama ketika berbincang
tentang kiamat.
· Setiap
surah yang mengandung lafal kalla termasuk al-makkiyah. Kata kalla
dalam Alqur’an terulang 33 kali dalam 15 surah.
· Setiap
surah yang mengandung ya ayyuhan nas dan tidak mengandung ya ayyuhal
ladzina amanu.
· Ajakan
kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah,
kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan
siksaannya, surag dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan
menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.
· Peletakkan
dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak mulia yang menjadi dasar
terbentuknya suatu masyarakat; dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam
penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara dzalim, penguburan
hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.
Ciri-ciri ayat madaniyyah
adalah[9]
· Setiap
surah yang berisi kewajiban atau had adalah madani.
· Setiap
surah yang didalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah madani, kecuali
al-ankabut adalah makki.
· Setiap
surah yang didalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah madani.
· Menjelaskan
ibadah, muamalah, had/sanksi, kekeluargaan, warisan, jihad, hubungan social,
hubungan internasional, baik diwaktu damai maupun perang , kaidah hokum, dan
masalah perundang-undangan.
· Seruan
terhadap ahli kitab dari kalangan yahudi dan nasrani, dan ajakan kepada mereka
untuk masuk Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab
Allah, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah
ilmu datang kepada mereka karena rasa dengki daintara sesama mereka.
C.
Klasifikasi Ayat Al-Makkiyah dan Al-Madaniyyah
Para
Ulama begitu tertarik untuk menyelidiki surah-sursh Makki dan Madani. Mereka
meneliti Qur’an ayat demi ayat dan surah demi surah untuk ditertibkan sesuai
dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat.[10]
Yang terpenting dalam pengklasifikasian Makki dan Madani, yang dipelajari para
ulama dalam pembahasan ini adalah :
ada dua puluh surat
Madaniyyah, yakni al-baqarah, ali imran, an-nisa’, al-maidah, al-anfal,
at-taubah, an-nur, al-ahzab, Muhammad, al-Fath, al-Hujurat, al-Hadid,
al-Mujadalah, al-Hasyr, al-Mumthanah, al-Jumu’ah, al-Munafiqun, at-Talaq,
at-Tahrim, dan an-Nasr.
Sedang yang masih diperselisihkan ada dua belas surah, yakni al-Fathihah,
ar-Ra’d, ar-Rahman, as-Saff, at-Taghabun, at-Tatfif, al-Qadar, al-Bayyinah,
az-Zalzalah, al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas.
Ada 82 surat sisanya, jadi
jumlah surat-surat Qur’an itu semuanya seratus empat belas surat.
Dengan menamakan sebuah surat
itu Makkiyah atau Madaniyyah tidak berarti surah tersebut seluruhnya Makkiyah
atau Madaniyyah, sebab di dalam surat
Makkiyah terkadang terdapat ayat-ayat Madaniyyah, dan di dalam surat Madaniyyah pun terdapat ayat-ayat
Makkiyah. Dengan demikian penamaan surat
itu Makkiyah atau Madaniyyah adalah menurut sebagian besar ayat-ayat yang
terkandung didalamnya.
Diantara sekian contoh ayat-ayat Makkiyah dalam surat Madaniyyah ialah surat al-Anfal, tetapi banyak ulama
mengecualikan ayat:
Yang artinya ;
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir
(Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu
atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah
menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.”(al-Anfal;
30).
Mengenai ayat ini, Muqatil mengatakan :”Ayat
ini diturunkan di Mekkah; dan; pada lahirnya memang demikian, sebab ia
mengandung apa yang dilakukan orang musyrik di Darun Nadwah ketika
mereka merncanakan tipu daya terhadap Rasulullah sebelum hijrah.”
5.Ayat-ayat Madaniyyah dalam surat
Makkiyah[15]
Misalnya adalah surat Al-an’am .Ibn Abbas berkata ; ‘’ surah ini semuanya
diturunkan sekaligus di Mekkah, maka ia Mekkiah, kecuali tiga
ayat dirturunkan di madinah,yaitu al-An’am ayat 151-153 ; Dan surah al-hajj
adalah Makkiyah kecuali tiga ayat diturunkan di Madinah, dari firman Allah ; ‘’
inilah dua golongan yang bertengkar mengenai Tuhan mereka....’’ [surat al-Hajj ayat
19-21].
6.Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah sedang hukumnya Madani.[16]
Mereka memberi
contoh dengan firman Allah ;
Artinya ;
‘’ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.’’
Ayat ini diturunkan di Mekkah pada hari penaklukan kota Mekkah, tetapi sebenarnya Madaniyyah
karena diturunkan setelah hijrah; di samping itu seruannya pun bersifat umum.
Ayat seperti ini oleh para ulama tidak dinamakan Makki dan tidak juga dinamakan
Madani secara pasti. Tetapi mereka katakan ‘’ Ayat yang diturunkan di Mekkah
sedang hukumnya Madani’’.
7. Ayat yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makki.[17]
Mereka memberi contoh dengan surah mumthahana. Surah ini diturunkan di Madinah
dilihat dari segi tempat turunnya ; tetapi seruannya ditujukan kepada orang
musyrik penduduk Mekkah. Juga seperti permulaan surah al-Baqarah yang
diturunkan di Madinah, tetapi seruannya ditujukan kepada orang-orang musyrik
penduduk Mekkah.
8. Ayat yang serupa dengan yang diturunkan di Mekkah dalam Madani.[18]
Yang dimaksud oleh para ulama ialah ayat-ayat yang dalam surat madaniah tetapi mempunyai gaya bahasa dan
cirri-ciri umum surat
Makkiyah. Contoh firman Allah dalam surar al-anfal yang Madaniyyah ;
Artinya ;
Dan
(ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika
betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami
dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.’’
9. Yang serupa dengan yang diturunkan di Madinah dalam Makki.[19]
Yang dimaksud oleh para ulama kebalikan dari yang sebelumnya no.8. mereka
memberi contoh dengan firman Allah dalam An-Najm ;
Artinya ;
(Yaitu)
orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu maha luas ampunanNya. Dan Dia
lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan
ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan
dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
As-Suyuti
mengatakan ; ‘’ Perbuatan keji ialah setiap dosa yang ada sanksinya. Dosa besar
ialah setiap dosa yang yang mengakibatkan siksa neraka. Dan kesalahan-kesalahan
kecil ialah apa yang erdapat diantara kedua batas dosa-dosa diatas. Sedang di
Mekkah belum ada sanksi yang serupa dengannya.
Contohnya ialah surat
al-A’la. Diriwayatkan oleh bukhari dari al-Barra bin Azib yang mengatakan :”
orang yang pertama kali datang kepada kami dari para sahabat Nabi adalah Mus’ab
bin Umar dan Ibnu Ummi Maktum. Keduanya membacakan al-Qur’an pada kami. Sesudah
itu datanglah amar, bilal, dan sa’d. kemudian datang pula Umar bin Khatab
sebagai orang yang kedua puluh. Baru setelah datanglah nabi. Aku melihat
penduduk Madinah bergembira setelah aku membacakan Sabbikhisma rabbikal A’la
dari antara surah yang semisal dengannya. ” pengertian ini cocok
dengan Qur’an yang dibawa oleh golongan muhajjirin, lalu mereka ajarkan kepada
kaum ansor.
Contohnya ialah awal surah al-Baqarah, yaitu ketika rasulullah memerintahkan
kepada Abu Bakar untuk berhaji pada tahun kesembilan. Ketika awal surah
al-Baqarah turun, Rasul memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk membawa ayat
tersebut kepada Abu Bakar, agar ia sampaikan kepada kaum musyrikin. Maka Abu
Bakar membacakan kepada mereka dan mengumumkan bahwa setelah tahun ini tidak
seorang musyrik pun diperbolehkan berhaji.
Kebanyakan ayat alqur’an itu turun pada siang hari. Mengenai yang diturunkan
pada malam hari Abul Qasim Al-Hassan bin Muhammad bin Habib an-Naisaburi telah
menelitinnya. Dia memberikan beberapa contoh, diantaranya : bagian-bagian akhir
surah al-Imran. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya, ibnul Munzir, Ibnu
Mardawaih, dan Ibnu Abud Dunya, meriwayatkan dari Aisyah r.a. :
Bilal datang kepada Nabi untuk memberitahukan waktu shalat subuh: tetapi ia
melihat Nabi sedang menangis. Ia bertanya : “ Rasulullah, apakah yang
menyebabkan engkau menangis?“ Nabi menjawab : “Bagaimana sya tidak
menangis padahal tadi malam diturunkan kepadaku, “Sesungguhnya pada penciptaan
langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda
[kekuasaan Allah] bagi orang-orang yang berakal”[ Ali-Imran ayat 190]”.
Kemudian katanya “ Celakalah orang yang membacanya, tetapi tidak
memikirkannya’’.
Para ulama memberi contoh ayat yang turun di
musim panas dengan ayat tentang kalalah yang terdapat diakhir surat an-Nisa’.
Sedang untuk yang turun di musi dingin mereka contohkan dengan ayat-ayat
mengenai ‘tuduhan bohong’ yang terdapat dalam surat an-Nur :
Artinya
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan
kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan
ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari
dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian
yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.
Berita bohong ini mengenai istri Rasulullah s.a.w. 'Aisyah r.a.
Ummul Mu'minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H.
Perperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan Nabi
berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. Dalam perjalanan
mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah
keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia
merasa kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu,
rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam sekedup.
Setelah 'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat dia duduk di tempatnya
dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat
ditempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan ibnu Mu'aththal, diketemukannya
seseorang sedang tidur sendirian dan dia terkejut seraya mengucapkan:
"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah
terbangun. Lalu dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan
berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. Orang-orang yang melihat
mereka membicarakannya menurut pendapat masing-masing. Mulailah timbul
desas-desus. Kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, maka fitnahan atas
'Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di
kalangan kaum muslimin.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
al-makki wa al-madani berarti “suatu ilmu yang
membahas tentang tempat dan periode turunnya surah atau ayat Al-qur’an, baik
Mekkah ataupun Madinah”. Ayat atau surah yang turun pada periode Mekkah disebut
dengan ayat/surah makkiyah dan ayat/surah yang turun pada periode
Madinah disebut dengan ayat madaniyah. Ada dua cara yang dapat digunakan untuk
mengetahui ayat al-makkiyah dan al-madaniyyah, yaitu sima’i dan
qiyasi(analogi). Yang pertama adalah berdasarkan penjelasan para sahabat
secara langsung. Hal ini dapat diketahui melalui riwayat yang telah ditulis
oleh para ahli hadits, seperti al-kuttub as-sittah. Dan yang terkhir
adalah dengan cara membandingkan tanda-tanda al-makki atau al-madani dengan
struktur ayat yang terdapat dalam surah.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, tak elok rasanya kami menyebutkan makalah kami
paling benar ‘’ Tak ada gading yang retak’’. Maka dari itu, kami perlu
saran atas kekeliruan yang kami lakukan agar menjadi makalah yang lebih enak
dibaca
DAFTAR PUSAKA
· Kadar M. Yusuf. 2009.StudiAl-Qur’an.Jakarta:Amzah
· Manna’ Khalil
Al-Qattan. 2009.Ulumul Qur’an.terjemah Mudzakir A.S.: Studi Ilmu-Ilmu
Qur’an.Bogor.:Pustaka Litera Antarnusa.
· Lembaga penyelenggara
penterjemah kitab suci Al-Qur’an. 1970.Al-Qur’an dan Terjemahya.Jakarta:Yamunu.
[1]
Kadar M. Yusuf,StudiAl-Qur’an,Jakarta,Amzah,2009,hlm.28-29
[2]
Manna’ Khalil Al-Qattan,Ulumul Qur’an ,terjemah Mudzakir A.S.: Studi
Ilmu-Ilmu Qur’an,Bogor,Pustaka
Litera Antarnusa,2009,hlm.70
[3]
Lembaga penyelenggara penterjemah kitab suci Al-Qur’an,Al-Qur’an dan
Terjemahya,Jakarta,Yamunu,1970,hlm.24.
[4] Ibid,
Kadar M. Yusuf,hlm.29
[5] Ibid,
Kadar M. Yusuf,hlm.29-30
[6] Ibid,
Kadar M. Yusuf,hlm.31
[7] Ibid,
Kadar M. Yusuf,hlm.32
[8] Ibid,
Kadar M. Yusuf,hlm.33
[9] Ibid,
Manna’ Khalil Al-Qattan,hlm.87
[10]
Ibid, Manna’ Khalil Al-Qattan,hlm.72
[11]
Ibid,hlm.74
[12]
Ibid
[13]
Ibid
[14]
Ibid
[15]
Ibid,hlm.75
[16]
Ibid.
[17]
Ibid,hlm.76
[18]
Ibid.
[19]
Ibid.
[20]
Ibid,hlm.77
[21]
Ibid.
[22]
Ibid.
[23]
Ibid,hlm.79
0 comments:
Posting Komentar