Abu Tumin - H. M. Amin Mahmud Blang Blah Deh
Dayah yang berada di kompleks Masjid Blang Bladeh itu, memiliki beberapa bangunan bertingkat selain tempat penginapan santri dan balai pengajian. Bahkan, dayah itu dibangun pada dua lokasi terpisah, yaitu satu untuk putra yang disebut Al Madiinatuddiniyah Babussalam Putra yang ada di Desa Kuala Jeumpa, dan satu lagi Babussalam Putri yang berada di Blang Bladeh. Sebagai orang yang dianggap sebagai tokoh ulama Aceh dan Bireuen, Abu Tumin selain memimpin dayah itu secara terjadwal dirumah beliau untuk guru-guru yang mengajar mulai dari hari Senin-Kamis, beliau juga memimpin pengajian di rumahnya selepas shalat jum’at untuk kaum ibu-ibu yang berdatangan sesak penuh kerumah beliau dan setiap bulan diundang untuk memimpin pengajian akbar yang diikuti oleh Ulama dan Umara di Kampung Beusa Seubrang, Peureulak, Aceh Timur dan ditempat-tempat lain.
Pada akhir/awal nama dayah-dayah di Aceh, ada tiga sebutan populer yang disandingkan bergandengan namanya yaitu Madinatuddiniyah adalah bagian dari Al Madinatuddiniyah Babussalam Bireuen, Darusaa’adah adalah cabang dari Darussaa’adah Teupin Raya (Pidie), dan Al-Aziziyah adalah cabang dayah Mudi Mesra Samalanga Bireuen. “Tiga sebutan itu masing-masing memiliki ciri khas tersendiri,” ujar Abu Tumin.
Kita doakan beliau agar selalu sehat, sanggup membina dan mendidik umat ke jalan kebenaran yang ber'tiqad Ahlussunnah Waljama'ah. Aamiin.
yang akrab dengan panggilan Abu Tumin. beliau salah
satu murid Abuya Syeikh Muda Waly Al Khalidy (ulama paling berpengaruh dalam melahirkan Ulama di Aceh) dan beliau satu-satunya murid
Abuya Syeikh Muda Waly yang masih tersisa di Aceh dan beliau tercatat sebagai
Ulama Aceh yang paling senior dan paling tua yang masih tersisa berusia lebih
kurang sekitar 85 tahun. Beliau juga merupakan murid Abu Hasan Krueng Kale
(Syaikh Muhammad Hasan al-Aasyie al-Falaki) yang ikut aktif berjuang menegakkan
kemerdekaan Republik Indonesia.
Sehubungan dengan sapaan ini (Tumin) beliau
sendiri benar berkelakar, kira-kira begini ucapan beliau, “Ka dumno tuha, hana
dihei Tgk (saya sudah tua begini gak dipanggil Tgk)..”. Spontan saja kami yang
berada dihadapan beliau tak sanggup menahan tawa yang membuat riuh ruang rumah
Beliau.
Dalam berbicara beliau memiliki ciri khas, gaya
bicaranya halus tidak blak-blakan dan bijaksana. Walaupun usia sudah sangat
tua, tapi waktu beliau berdiri dan berjalan tubuh beliau masih tegak tidak
membungkuk, dan tidak perlu memakai tongkat dan semangatnya seakan masih muda.
Beliau merupakan pemimpinnya Ulama Aceh dan ini
terbukti ketika ada forum-forum pertemuan Ulama beliau begitu sangat menonjol
dan beliau merupakan ulama yang ahli dibidang ilmu Fiqh, khususnya madzhab
Syafi’i. Dalam banyak masalah beliau sangat gigih mempertahankan pendapat yang
kuat dalam madzhab Syafi’i ketika terjadi kontroversi antar sesama Ulama Aceh .
Selain ahli dibidang fiqh, beliau juga seorang
yang sangat mahir dibidang tauhid, sangat menguasai kitab Syarah Al-Hikam
karangan Syaikh ‘Ataillah As-Sakandari, mudah dicerna ketika beliau menerangkan
tentang kalam-kalam hikmah yang terkandung dalam kitab tersebut. Beliau juga
seorang Ulama ahli Thariqat Al-Haddadiyah.
Beliau merupakan pimpinan dayah (pesantren) Al
Madiinatuddiniyah Babussalam, Blangbladeh, Kec.Jeumpa, Kab.Bireuen yang
merupakan induk dari beberapa dayah salafiah di Aceh yang sudah mendidik santri
sejak zaman Belanda. Awalnya, dayah tersebut didirikan Tgk H Imam Hanafiah pada
tahun 1890. Setelah Tgk Imam Hanafiah meninggal, estafet kepemimpinan dayah itu
dilanjutkan anaknya Tgk Mahmudsyah.
Sejak Tgk Mahmudyah meninggal hingga sekarang
dayah itu dipimpin anaknya yaitu Tgk Muhammad Amin atau yang lebih dikenal
dengan Abu Tumin. Abu Tumin adalah cucu Tgk Imam Hanafiah. “Dayah ini adalah
dayah salafiah yang terus berupaya melahirkan kader-kader ulama dan berjuang
keras agar syariat Islam tidak hanya sebatas wacana,” ujar Abu Tumin menjawab
wartawanSerambi Indonesia.
Dayah yang berciri khas pengajian ilmu fiqih,
tauhid, dan tafsir dalam rentang waktu yang sudah mencapai 121 tahun mendidik
generasi muda, dayah itu sudah dikenal luas dan telah ada belasan dayah lain
yang merupakan cabang dari dayah tersebut.
Dayah yang berada di kompleks Masjid Blang Bladeh itu, memiliki beberapa bangunan bertingkat selain tempat penginapan santri dan balai pengajian. Bahkan, dayah itu dibangun pada dua lokasi terpisah, yaitu satu untuk putra yang disebut Al Madiinatuddiniyah Babussalam Putra yang ada di Desa Kuala Jeumpa, dan satu lagi Babussalam Putri yang berada di Blang Bladeh. Sebagai orang yang dianggap sebagai tokoh ulama Aceh dan Bireuen, Abu Tumin selain memimpin dayah itu secara terjadwal dirumah beliau untuk guru-guru yang mengajar mulai dari hari Senin-Kamis, beliau juga memimpin pengajian di rumahnya selepas shalat jum’at untuk kaum ibu-ibu yang berdatangan sesak penuh kerumah beliau dan setiap bulan diundang untuk memimpin pengajian akbar yang diikuti oleh Ulama dan Umara di Kampung Beusa Seubrang, Peureulak, Aceh Timur dan ditempat-tempat lain.
Pada akhir/awal nama dayah-dayah di Aceh, ada tiga sebutan populer yang disandingkan bergandengan namanya yaitu Madinatuddiniyah adalah bagian dari Al Madinatuddiniyah Babussalam Bireuen, Darusaa’adah adalah cabang dari Darussaa’adah Teupin Raya (Pidie), dan Al-Aziziyah adalah cabang dayah Mudi Mesra Samalanga Bireuen. “Tiga sebutan itu masing-masing memiliki ciri khas tersendiri,” ujar Abu Tumin.
Kita doakan beliau agar selalu sehat, sanggup membina dan mendidik umat ke jalan kebenaran yang ber'tiqad Ahlussunnah Waljama'ah. Aamiin.
0 comments:
Posting Komentar