Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta.
Langkah awal Orde Baru, program
pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada
usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pemerintah menempuh cara sebagai
berikut :
1. Stabilisasi
dan Rehabilitasi Ekonomi
-
Stabilisasi dimaksudkan
dengan tujuan mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak terus
melonjak .
-
rehabilitasi perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi
Untuk melaksanakan langkah-langkah
penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
Mengadakan operasi pajak
·
Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan
perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak
orang.
·
Penghematan pengeluaran pemerintah
(pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
·
Membatasi kredit bank dan menghapuskan
kredit impor.
Hasilnya bertolak belakang dengan
perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi
berhasil dibendung.
Sesudah kabinet Pembangunan dibentuk
pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi
pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang
khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu kestabilan
ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1969 kenaikan harga bahan-bahan
pokok dan valuta asing dapat diatasi.
2. Kerja Sama
Luar Negeri
Pemerintah mengikuti perundingan
dengan negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang
menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan
digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor
bahan-bahan baku.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam,
Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan
membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan
pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI
(Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah
Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan
penangguhan dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya
3. Pembangunan
Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada
masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pedoman pembangunan nasionalnya adalah
Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
Isi Trilogi Pembagunan
1. Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaannya pembangunan nasional
dilakukan secara bertahap yaitu,
Ø
ü Jangka
panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
Ø
ü Jangka
pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci
dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling
berkaitan/berkesinambungan.
Selama masa Orde Baru terdapat 6
Pelita, yaitu :
1.
Pelita I 1
April 1969 hingga 31 Maret 1974
Tujuan : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat
dan sekaligus meletakkan dasar-dasar
bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran :
Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani
Titik Berat : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia
masih hidup dari hasil pertanian.
Munculnya peristiwa Malari (15-16
Januari 1974), mengacaukan proses pembangunan dan perekonomian di Indonesia. (
Penjarahan dan pengrusakan berbagai sarana dan fasilitas)
2. Pelita
II 1 April 1974 – 31 Maret 1979
Dilaksanakan pada tanggal 1 April
1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya
pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan
memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan
Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun
menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi
9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979
hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi
Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal
dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
-
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok
rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
-
Pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan dan pelayanan kesehatan.
-
Pemerataan pembagian pendapatan
-
Pemerataan kesempatan kerja
-
Pemerataan kesempatan berusaha
-
Pemerataan kesempatan berpartisipasi
dalam pembangunan khususnya bagi
generasi muda dan kaum perempuan
-
Pemerataan penyebaran pembagunan di
seluruh wilayah tanah air
-
Pemerataan kesempatan memperoleh
keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984
hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju
swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin
industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh
terhadap perekonomian Indonesia. (Terjadinya turunnya harga minyak dunia).
Kondisi tersebut membawa dampak beban bagi APBN. Pemerintah akhirnya
mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan
ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989
hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan
industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik
dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994
hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada
sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan
dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Sektor ekonomi dipandang sebagai
penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang
melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter
dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan
rezim Orde Baru runtuh.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde
Baru :
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap
program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat
terlihat secara konkrit.
Indonesia mengubah status dari negara
pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri
(swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang
diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penurunan angka kematian bayi dan angka
partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.
Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde
Baru :
Kerusakan serta
pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam Perbedaan ekonomi antardaerah,
antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam. Terciptalah
kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Menimbulkan
konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Pembagunan
yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Pembangunan hanya
mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan
sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Meskipun pertumbuhan
ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
Pembagunan
tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru
menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian.
Faktor inilahh yang selajutnya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian
nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
PEREKONOMIAN
INDONESIA
MASA PEMERINTAHAN TRANSISI
MASA PEMERINTAHAN TRANSISI
Mata
Kuliah:
PEREKONOMIAN INDONESIA
PEREKONOMIAN INDONESIA
Diawali dari krisis ekonomi Thailand
pada pertengahan Mei 1997 yang dipicu oleh jatuhnya nilai tukar Bath terhadap
Dolar AS.
Krisis negara Thailand terus merambat beberapa negara di kawasan Asia menandai awal dari krisis keuangan di Asia termasuk Indonesia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar
mulai terasa goyah pada sekitar bulan juli 1997, dimana terjadi penurunan nilai
rupiah terhadap dolar dari Rp 2.500 / US $ menjadi Rp 2.682,- / US $ pada
Agustus 1997. Sementara pada Maret 1998 nilai tukar mencapai Rp 10.550,-/US$.
Langkah antisipasi yang ditempuh
pemerintah untuk menghadapi krisis tersebut diantaranya:
·
Menunda proyek-proyek seniali Rp 39
triliun, dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja negara.
·
Meminta bantuan IMF pada oktober 1997,
hal ini dilakukan karena pemerintah merasa sudah tidak mampu lagi mengatasi
krisis keuangan dengan kekuatan sendiri.
·
Pencabutan izin usaha 16 Bank swasta
yang dinilai tidak sehat. (Pengumuman resmi pemerintah ini dikeluarkan sehari setelah IMF
mengumumkan memberi bantuan kepada pemerintah RI sebesar US$ 23 miliar untuk
tahap I).
Bantuan IMF yang diberikan kepada
pemerintah Indonesia diikuti dengan beberapa persyaratan yang harus dijalankan
oleh pemerintah.
Diharapkan dengan bantuan tersebut dapat menstabilkan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Kenyataan nya rupiah semakin terpuruk mencapai angkan Rp 15.000,-/US$. Hal ini disebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat baik dalam negeri sendiri maupun masyarakat internasional terhadap kinerja ekonomi Indonesia.
Pada Januari 1998 IMF membuat LOI
dengan pemerintah Indonesia, dan
menghasilkan 50 butir kesepakatan yang harus dijalankan oleh pemerintah,
mencakup ekonomi makro (fiskal dan moneter) restrukturisasi sektor keuangan,
dan reformasi struktural.
Butir-butir kebijakan fiskal yang
disepakati meliputi ;
Ø Penegasan
kembali prinsip anggaran berimbang
Ø Usaha
pengurangan pengeluaran pemerintah, seperti menghapus subsidi BBM dan Listrik,
membatalkan proyek infrastruktur besar.
Ø Peningkatan
Pendapatan pemerintah melalui :
-
menaikkan cukai terhadap jenis barang
tertentu
-
mencabut semua kemudahan fasilitas
pajak
-
penangguhan Pajak Pertambahan Nilai
dan fasilitas pajak serta tarif bea
masuk kepada industri mobil
nasional (Mobnas–Timor).
-
pengenaan pajak tambahan terhadap
bensin
-
memperbaiki Audit PPN
-
memperbanyak objek pajak
-
dll.
Pada kenyataannya pemerintah Indonesia
tidak menjalankan kesepakatan dengan IMF, sehingga pengucuran dana sisa
pinjaman dari IMF ditunda. Hal ini memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
Pada saat itu negara sangat mebutuhkan devisa (dolar AS) sebesar US$ 22,4
miliar, sedangkan ketersediaan cadangan devisa hanya sebesar US$ 14.621,4 juta
(posisi juni 1998).
Untuk itu pemerintah melakukan
negosiasi alot dengan IMF yang pada akhirnya menghasilkan kesepakatan dengan
beberapa memorandum tambahan.
1.
Program stabilisai dengan tujuan
mencegah hiperinflasi dan stabilitas
pasar uang.
2.
Restrukturisasi perbankan untuk
menyehatkan sistim perbankan.
3.
Reformasi struktural.
4.
Penyelesaian utang swasta (corporate
debt)
5.
Program bantuan untuk rakyat kecil.
Krisis
nilai tukar rupiah terus berlanjut menjadi krisis ekonomi, yang pada akhirnya
menjelma menjadi krisis politik dan merupakan krisis politik terparah sejak
Indonesia merdeka tahun 1945.
Pada 14-15 mei 1998 di ibu kota (jakarta) sejarah mencatat telah terjadi suatu kerusuhan yang sangat parah dan paling sadis yang pernah terjadi di Indonesia. Tanggal 21 Mei 1998 Soeharto sebagai presiden RI mengundurkan diri dari jabatannya, dan diganti dengan wakil presiden BJ. Habibie. Presiden Habibie membentuk kabinet baru, yang merupakan titik awal pemerintahan transisi.
Pada 14-15 mei 1998 di ibu kota (jakarta) sejarah mencatat telah terjadi suatu kerusuhan yang sangat parah dan paling sadis yang pernah terjadi di Indonesia. Tanggal 21 Mei 1998 Soeharto sebagai presiden RI mengundurkan diri dari jabatannya, dan diganti dengan wakil presiden BJ. Habibie. Presiden Habibie membentuk kabinet baru, yang merupakan titik awal pemerintahan transisi.
Pemerintahan Reformasi
- Pemerintahan reformasi dipimpin oleh Abdulrahman Wahid dan wakil presiden Megawati.
- Dalam hal ekonomi, kondisi perekonomian pada masa awal pemerintahan Gus Dur , menunjukkan adanya perbaikan.
- Laju pertumbuhan ekonomi sudah mulai membaik dengan pertumbuhan PDB mulai positif, dan laju inflasi yang relatif stabil. Hal ini mencerminkan kondisi moneter sudah mulai relatif stabil.
- Selama pemerintah Gus Dur, berbagai masalah dalam negeri semakin meruncing dan tidak terselesaikan.
Hubungan
pemerintah Indonesia dengan IMF tidak stabil, menyangkut amandemen mengenai
Bank Indonesia, penerapan otonomi daerah menyangkut kebebasan daerah
melakukan pinjaman Luar Negeri, serta
revisi APBN 2001 yang terus ditunda-tunda. Sehingga IMF kembali menunda
pencairan bantuannya, sementara kondisi roda perekonomian Indonesia masih
tergantung dari bantuan negara donor melalui IMF.
Efek dari kondisi ini negara2 pendonor (Paris Club) menyatakan Indonesia sebagai negara yang telah bangkrut. Bahkan World Bank juga mengancam menghentikan pinjaman baru.
Kondisi politik yg semakin parah menyebabkan posisi country risk untuk indonesia menjadi meningkat, yg menimbulkan efek negatif bagi perekonomian Indonesia.
Fenomena semakin parahnya persoalan perekonomian
Indonesia tergambar dalam beberapa indikator berikut :
- Pergerakan IHSG menunjukkan angka negatif,
artinya lebih banyak aksi jual saham dari pada pembelian dalam perdagangan
saham.
-
Rendahnya kepercayaan pelaku bisnis
dan masyarakat tergambar dari perrgerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar
selama priode ini, dari level Rp 7.000/US dolar sampai menembus Rp.12.000/US
dolar.
Kondisi ini berdampak negatif terhadap perekonomian
Indonesia hal ini disebabkan :
-
Perekonomian Indonesia sangat
tergantung pada impor (pada masa itu).
-
ULN swasta/pemerintah dalam nilai
dolar sangat besar.
-
angka inflasi diprediksi dapat
menembus 2 digit
-
Penurunan cadangan devisa dr 29 miliar
dolar AS, menjadi 28,875 miliar dolar
AS.
PEMERINTAHAN
GOTONG ROYONG
dipimpin
oleh MEGAWATI
- Secara umum kondisi pemerintahan Megawati relatif lebih buruk dr masa Gus Dur.
- Pada masa awal pemerintahan GotRoy tingkat inflasi sdh mencapai 7,7% ( januari-juli 2001) bahkan inflasi YoY sdh mencapai 13.5% (juli 2000-juli 2001).
- Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena assumsi APBN 2001 inflasi berkisar 9,4%.
- Tahun 2002 sdh mulai terjadi perbaikan dengan meningkatnya PDB pada level 3,66%, walau lebih rendah dr assumsi APBN sebesar 4%.
Masih relatif rendahnya pertumbuhan
ekonomi ini disebabkan karena masih kurang berkembangnya investasi swasta baik
PMDN maupun PMA. Hal ini dipicu oleh belum stabilnya kondisi politik maupun
kepastian penegakan hukum Law Enforcement. Para investor Asing mengalihkan
investasi ke negara-negara tetangga spt Thailand, Malaysia, Vietnam dll. Secara sektoral laju pertumbuhan menunjukkan
angka yang rendah
Laju inflasi pada masa pemerintahan
Megawati dirasakan masih relatif tinggi, bahkan pernah mencapai tingkat di atas
10%. Hal ini dipicu dengan kenaikan harga BBM, tarif dasar Listrik dan Telepon.
Niali tukar rupiah terhadap dolar AS relatif lebih stabil dibandingkan pada masa Gusdur.
Usaha perbaikan ekonomi masa Megawati, terganggu dengan adanya tragedi Bom bali. Akibatnya beberapa assumsi yang dipakai dalam menyusun APBN mengalami pergeseran. Hal ini jelas mengganggu stabilitas keuangan dalam negeri.
Niali tukar rupiah terhadap dolar AS relatif lebih stabil dibandingkan pada masa Gusdur.
Usaha perbaikan ekonomi masa Megawati, terganggu dengan adanya tragedi Bom bali. Akibatnya beberapa assumsi yang dipakai dalam menyusun APBN mengalami pergeseran. Hal ini jelas mengganggu stabilitas keuangan dalam negeri.
0 comments:
Posting Komentar