-->

PEREKONOMIAN INDONESIA MASA ORDE BARU

Posted by Sarjana Ekonomi on Jumat, 04 Mei 2012



Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta.
Langkah awal Orde Baru, program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pemerintah menempuh cara sebagai berikut :

1.     Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
-          Stabilisasi   dimaksudkan dengan tujuan mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak terus melonjak .
-          rehabilitasi   perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
Mengadakan operasi pajak
·          Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.       
·         Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi  perusahaan negara.       
·         Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung.

Sesudah kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1969 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing dapat diatasi.

2.     Kerja Sama Luar Negeri
Pemerintah mengikuti perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan penangguhan dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya

3.     Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.

Isi Trilogi Pembagunan
1.     Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada     
        terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.     Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.     Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaannya pembangunan nasional  dilakukan secara bertahap yaitu,
Ø  ü      Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
Ø  ü      Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan   Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.

Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :

1.      Pelita I   1 April 1969 hingga 31 Maret 1974
Tujuan          : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar  bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran         : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani
Titik Berat    : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena  mayoritas penduduk Indonesia masih hidup  dari hasil pertanian.

Munculnya peristiwa Malari (15-16 Januari 1974), mengacaukan proses pembangunan dan perekonomian di Indonesia. ( Penjarahan dan pengrusakan berbagai sarana dan fasilitas)

2.     Pelita II   1 April  1974 – 31 Maret 1979
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974  hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
 Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.

3.     Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
-          Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya  sandang,   pangan, dan perumahan.
-          Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan  kesehatan.
-          Pemerataan pembagian pendapatan
-          Pemerataan kesempatan kerja
-          Pemerataan kesempatan berusaha
-          Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi   generasi muda dan kaum perempuan
-          Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
-          Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

4.     Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. (Terjadinya turunnya harga minyak dunia). Kondisi tersebut membawa dampak beban bagi APBN. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

5.     Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.



6.     Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
 Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara konkrit.
 Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.
 Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.

Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :

Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
            Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
            Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selajutnya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.


PEREKONOMIAN INDONESIA
MASA PEMERINTAHAN TRANSISI
Mata Kuliah:
PEREKONOMIAN INDONESIA

Diawali dari krisis ekonomi Thailand pada pertengahan Mei 1997 yang dipicu oleh jatuhnya nilai tukar Bath terhadap Dolar AS.

Krisis negara Thailand terus merambat beberapa negara di kawasan Asia menandai awal dari krisis keuangan di Asia termasuk Indonesia.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar mulai terasa goyah pada sekitar bulan juli 1997, dimana terjadi penurunan nilai rupiah terhadap dolar dari Rp 2.500 / US $ menjadi Rp 2.682,- / US $ pada Agustus 1997. Sementara pada Maret 1998 nilai tukar mencapai Rp 10.550,-/US$.

Langkah antisipasi yang ditempuh pemerintah untuk menghadapi krisis tersebut diantaranya:
·         Menunda proyek-proyek seniali Rp 39 triliun, dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja negara.
·         Meminta bantuan IMF pada oktober 1997, hal ini dilakukan karena pemerintah merasa sudah tidak mampu lagi mengatasi krisis keuangan dengan kekuatan sendiri.
·         Pencabutan izin usaha 16 Bank swasta yang dinilai tidak sehat. (Pengumuman resmi pemerintah  ini dikeluarkan sehari setelah IMF mengumumkan memberi bantuan kepada pemerintah RI sebesar US$ 23 miliar untuk tahap I).

Bantuan IMF yang diberikan kepada pemerintah Indonesia diikuti dengan beberapa persyaratan yang harus dijalankan oleh pemerintah.

Diharapkan dengan bantuan tersebut dapat menstabilkan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Kenyataan nya rupiah semakin terpuruk mencapai angkan Rp 15.000,-/US$. Hal ini disebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat baik dalam negeri sendiri maupun masyarakat internasional terhadap kinerja ekonomi Indonesia.

Pada Januari 1998 IMF membuat LOI dengan pemerintah Indonesia,  dan menghasilkan 50 butir kesepakatan yang harus dijalankan oleh pemerintah, mencakup ekonomi makro (fiskal dan moneter) restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi struktural.

Butir-butir kebijakan fiskal yang disepakati meliputi ;
Ø  Penegasan kembali prinsip anggaran berimbang
Ø  Usaha pengurangan pengeluaran pemerintah, seperti menghapus subsidi BBM dan Listrik, membatalkan proyek infrastruktur besar.
Ø  Peningkatan Pendapatan pemerintah melalui :
-          menaikkan cukai terhadap jenis barang tertentu
-          mencabut semua kemudahan fasilitas pajak
-          penangguhan Pajak Pertambahan Nilai dan  fasilitas pajak serta tarif bea masuk kepada       industri mobil nasional (Mobnas–Timor).
-          pengenaan pajak tambahan terhadap bensin
-           memperbaiki Audit PPN
-          memperbanyak objek pajak
-          dll.

Pada kenyataannya pemerintah Indonesia tidak menjalankan kesepakatan dengan IMF, sehingga pengucuran dana sisa pinjaman dari IMF ditunda. Hal ini memperburuk kondisi perekonomian Indonesia. Pada saat itu negara sangat mebutuhkan devisa (dolar AS) sebesar US$ 22,4 miliar, sedangkan ketersediaan cadangan devisa hanya sebesar US$ 14.621,4 juta (posisi juni 1998).

Untuk itu pemerintah melakukan negosiasi alot dengan IMF yang pada akhirnya menghasilkan kesepakatan dengan beberapa memorandum tambahan.
1.      Program stabilisai dengan tujuan mencegah  hiperinflasi dan stabilitas pasar uang.
2.      Restrukturisasi perbankan untuk menyehatkan sistim perbankan.
3.      Reformasi struktural.
4.      Penyelesaian utang swasta (corporate debt)
5.      Program bantuan untuk rakyat kecil.

            Krisis nilai tukar rupiah terus berlanjut menjadi krisis ekonomi, yang pada akhirnya menjelma menjadi krisis politik dan merupakan krisis politik terparah sejak Indonesia merdeka tahun 1945.
            Pada 14-15 mei 1998 di ibu kota (jakarta) sejarah mencatat telah terjadi suatu kerusuhan yang sangat parah dan paling sadis yang pernah terjadi di Indonesia. Tanggal 21 Mei 1998 Soeharto sebagai presiden RI mengundurkan diri dari jabatannya, dan diganti dengan wakil presiden BJ. Habibie. Presiden Habibie membentuk kabinet baru, yang merupakan titik awal pemerintahan transisi.

Pemerintahan Reformasi
  • Pemerintahan reformasi dipimpin oleh Abdulrahman Wahid dan wakil presiden Megawati.
  • Dalam hal ekonomi, kondisi perekonomian pada masa awal pemerintahan Gus Dur , menunjukkan adanya perbaikan.
  • Laju pertumbuhan ekonomi sudah mulai membaik dengan pertumbuhan PDB mulai positif, dan laju inflasi yang relatif stabil. Hal ini mencerminkan kondisi moneter sudah mulai relatif stabil.
  • Selama pemerintah Gus Dur, berbagai masalah dalam negeri semakin meruncing dan tidak terselesaikan.

      Hubungan pemerintah Indonesia dengan IMF tidak stabil, menyangkut amandemen mengenai Bank Indonesia, penerapan otonomi daerah menyangkut kebebasan daerah melakukan  pinjaman Luar Negeri, serta revisi APBN 2001 yang terus ditunda-tunda. Sehingga IMF kembali menunda pencairan bantuannya, sementara kondisi roda perekonomian Indonesia masih tergantung dari bantuan negara donor melalui IMF.

       Efek dari kondisi ini negara2 pendonor (Paris Club) menyatakan Indonesia sebagai negara yang telah bangkrut. Bahkan World Bank juga mengancam menghentikan pinjaman baru.
            Kondisi politik yg semakin parah menyebabkan posisi country risk untuk indonesia menjadi meningkat, yg menimbulkan efek negatif bagi perekonomian Indonesia.

Fenomena  semakin parahnya persoalan perekonomian Indonesia tergambar dalam beberapa indikator berikut :
-         Pergerakan IHSG menunjukkan angka negatif, artinya lebih banyak aksi jual saham dari pada pembelian dalam perdagangan saham.
-          Rendahnya kepercayaan pelaku bisnis dan masyarakat tergambar dari perrgerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar selama priode ini, dari level Rp 7.000/US dolar sampai menembus Rp.12.000/US dolar.
           
Kondisi  ini berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia hal ini disebabkan :
-          Perekonomian Indonesia sangat tergantung pada impor (pada  masa itu).
-          ULN swasta/pemerintah dalam nilai dolar sangat besar.
-          angka inflasi diprediksi dapat menembus 2 digit
-          Penurunan cadangan devisa dr 29 miliar dolar AS, menjadi  28,875 miliar dolar AS.
 

PEMERINTAHAN GOTONG ROYONG
dipimpin oleh MEGAWATI

  • Secara umum kondisi pemerintahan Megawati relatif lebih buruk dr masa Gus Dur.
  • Pada masa awal pemerintahan GotRoy tingkat inflasi sdh mencapai 7,7% ( januari-juli 2001) bahkan inflasi YoY sdh mencapai 13.5% (juli 2000-juli 2001).
  • Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena assumsi APBN 2001 inflasi berkisar 9,4%.
  • Tahun 2002 sdh mulai terjadi perbaikan dengan meningkatnya PDB pada level 3,66%, walau lebih rendah dr assumsi APBN sebesar 4%.

Masih relatif rendahnya pertumbuhan ekonomi ini disebabkan karena masih kurang berkembangnya investasi swasta baik PMDN maupun PMA. Hal ini dipicu oleh belum stabilnya kondisi politik maupun kepastian penegakan hukum Law Enforcement. Para investor Asing mengalihkan investasi ke negara-negara tetangga spt Thailand, Malaysia, Vietnam dll.  Secara sektoral laju pertumbuhan menunjukkan angka yang rendah

Laju inflasi pada masa pemerintahan Megawati dirasakan masih relatif tinggi, bahkan pernah mencapai tingkat di atas 10%. Hal ini dipicu dengan kenaikan harga BBM, tarif dasar Listrik dan Telepon.
Niali tukar rupiah terhadap dolar AS relatif lebih stabil dibandingkan pada masa Gusdur.
Usaha perbaikan ekonomi masa Megawati, terganggu dengan adanya tragedi Bom bali. Akibatnya beberapa assumsi yang dipakai dalam menyusun APBN mengalami pergeseran. Hal ini jelas mengganggu stabilitas keuangan dalam negeri.
Previous
« Prev Post

Related Posts

Jumat, Mei 04, 2012

0 comments:

Posting Komentar