BAB
I
PENDAHULUAN
Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa menurut pandangan Para
ahli Ushul Fiqh Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah disamping menunjukkkan hukum
dengan bungi bahasanya, juga dengan ruh tasry atau maqasid syari’at. Melalui
maqasid syariat inilah ayat-ayat dan hadist-hadist hukum yang secara
kuantitatif sangat terbatas jumlahnya dapat dikembangkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan
yang secara kajian kebahasan tidak tertampung dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Pengembangan itu dilakukan dengan menggunakan metode istimbat seperti dengan
qiyas, istihan, maslah-mursalah, dan urf yang ada sisi lain disebut sebagai
dalil. Berikut ini akan diuraikan dengan pengertian maqasid syari’ah dan
peranannya dalam menetapkan hukum.
BAB
II
PEMBAHASAN
Maqasid
Syari’ah berarti tujuan Allah dan rasul-NYAdalam merumuskan hukum-hukum islam.
Tujuan itu dapat ditelususi dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
sebagai alasan logis bagi rumusan seatu hukum yang bedrientrasi kepada
kemashlahatan Umat manusia.
Abu
Ishaq Al-Syatibi melaporkan hasil penelitian para Ulama terhadap ayat-ayat
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul bahwa hukum-hukum disyari’atkan Allah untuk
menunjukkan kemaslahatan umat manusia, baik idunia maupun akhirat kelak.
Kemashlahatan yang akan diwujudkan itu menurut Asl-Syatibi terbagi kepada tiga
tingkatan, yaitu kemashlahatan dharuriyat, dan kemashlahatan ghairu dharuriyat.
A. KEMASHLAHATAN DHARURIYAT
Kemashlahatan dharuriyat ialah
tingkat kebutuhan yang harus ada atau disebut dengan kebutuhan primer. Bila
tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancan keselamatan umat manusia
baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Sedangkan Para Ulama mengemukakan
bahwa terdapat 5 kemashlahatan dharuriyat yaitu: 1
- Menjaga Agama (Hifdz Ad-din) ; Illat (alasan) diwajibkannya berperang dan berijtihat, jika ditunjuk untuk para musuh atau tujuan senada.
- Menjaga jiwa (Hifdz An-nafs) ; Illat (alasan) diwajibkan hukum qishash, diantaranya dengan menjaga kemuliaan dan kebebasannya.
- Menjaga akal (Thifdz Al’Aql) ; Illat (alasan) diharamkannya semua benda yang memabukkan atau narkotika dan sejenisnya.
- Menjaga harta (Hifdz Al-Mal) ; Illat (alasan) pemotongan tangan untuk para pencuri, illat diharamkan riba dan suap-menyuap, atau memakan harta orang lain dengan cara batil lainnya.
- Menjaga keturunan (Hifdz An-Nasl) ; Illat (alasan) diharamkan zina dan qadzaf (menuduh orang lain berzina).
Perlindungan ini tidak dilakaukan manusia kecuali dalam keadaan darurat,
keadaan yang biasa menjaga kelanggengan jiwa manusia agar dapat terus hidupguna
menolak kehancuran atau kematian. Perlindungan ini juga dilakukan seperti saat
darurat memakan danging bangkai, atau karena hilangnya uzdur yang perantara
atau berbagai sarana yang tidak sama dengan lima hal inti atau unsur-unsurnya itu
dianggab sebagai pelengkap atau hal berbeda dengannya, sedang pelaksanaan atau
penjauhunya adalah wajib.
B. KEMASHLAHATAN DHARURIYAH
1.
Perlindungan
Islam Terhadap Agama (Hifdz Ad-Din)
Islam
menjaga hak dan kebebasan, dan kebebasan pertama adalah kebebasan keyakinan dan
beribadah, setiap pemeluk agama dan mazhabnya, ia tidak boleh dipaksa dan
meninggalkannya menuju agama atau mazhab lain, tidak boleh ditekan untuk
berpindah dari keyakinan untuk masuk Islam. Dasar hak ini sesuai firman
Allah :
Artinya:Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang
kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q,S Al-Baqarah :256)
Untuk
orang-orang non muslim Islam menjaga tempat perhambatan mereka, menjaga
kehormatan syiar mereka, bahkan Al-Qur’an menjadikan salah satu sebab
diperkenankannya berperang adalah karena untuk menjaga kebebasan beribadah. Dan
hal ini tersirat dalam firmannya
Yang berbunyi:
Artinya: Telah
diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya
mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu, (Q.S Al-Hajj : 39)
Artinya :
(yaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan
yang benar, kecuali Karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah
Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia
dengan sebagian yang lain, tentulah Telah dirobohkan biara-biara Nasrani,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di
dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang
yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha
Perkasa, (Q.S Al-hajj :40).
Oleh kerena itu, Islam menetabkan bahwa orang kafir dzimni dinegara Islam
atau negara yang tunduk kepada kaum muslim memiliki hak dan kewajiban seperti
kaum muslimin. Pemerintah wajib menjaga seluruh rakyat dan menerabkan peraturan
perundang-undangan yang juga diterapkan kepada kaum muslimin, maka
batasan-batasan islami tidak boleh dijatuhkan terhadap masalah yang tidak
diharamkan untuk mereka.
Ada
beberapa pokok yang perlu kita ketahui dalam perlindungan Islam terhadap Agama
yaitu :
a.
Pokok hubungan orang-orang non muslim
b.
Perlindungan Islam kepada harta non muslim
c.
Hak-hak privasi dan sosial untuk Tap individu menurut
syari’at
d.
Batasan orang yang murtad dari Islam.
- Perlindungan Terhadap Jiwa (Hifzd An-Nafs)
Hak
pertama dan paling utama yang diperhatikan Islam adalah hak hidup, hak yang
disucikan dan tidak boleh dihancurkan kemuliaannya manusia adalah ciptaan
Allah, sebagai mana pada surat
An-Naml : 88
Artinya:Dan kamu
lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan
kokoh tiap-tiap sesuatu; Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Adalah sangat jelas hikmah Allah
menciptakan manusia dengan fitrah yang diciptakan –NYA untuk manusia. Menjaga
jiwa menuntut adanya perlindungan dari segala bentuk penganiayaan. Baik
pembunuhan, pemotongan anggota badan atau tidak melukar fisik. Denga demikian
tidak ada hak untuk menganiaya jiwa, yang dilakukan manusia sendiri atau
makhluk lainnya. Menjaga jiwa berarti menjaga kehormatan manusia dengan
menghalangi pencelaan tuduhan dan hal lain yang menyentuh kehormatan tersebut.
Hal-hal yang berkenaan perlindungan terhadap jiwa dan tindakan Islam terhadap
perbuatan tersebut seperti :
a.
Tindak pengeboman atau peledakan dengan cara membayar
Diyat ataupun Kafarah.
b.
Pembunuhan ; orang yang membunuh orang lain dengan sengaja,
maka dia berhak mendapatkan balasan (siksaan).2 dan orang yang menbunuh dirinya sendiri
divonis akan kekal dan dikekalkan dineraka Mengapa? Karena manusia tidak dapat
menciptakan sendiri maka mengapa dia membunuh dirinya? Allah lah yang
menciptakannya dan Ruh serta hidup manusia adalah milik Allah.
Sebagaimana
firman Allah dalam Q, S Al-Baqarah :258 yaitu:
Artinya:
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya
(Allah) Karena Allah Telah memberikan kepada orang itu pemerintahan
(kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan
dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan".
Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka
terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Maka
pembunuh dalam Islam disyaria’tkan dengan tindakan Qishassh, dan Diyat.
- Perlindungan Terhadap Akal
Akal
merupakan sumber hikmah pengetahuan, sinar hidayah, cahaya mata hati dan media
kebahagiaan manusia diakhirat. Dengan akal surst perintah dari Allah SWT.
Disampaikan dengannya pula manusia berhak menjadi pemimpin dimuka bumi, dan
denganya manusia sempurna,mulia sering kali Islam mengingatkan tentang nilai
dan eksistennya, menyanjung orang-orang yang menggunakan akaldan kemampuan
mereka dalam memperhatikan alamdengan segala ciptaan indah makhluk yang mulia
dan keserasiaannya.3
Dalam hadist shahih diriwayatkan
bahwasanya Abdullah bin Mas’ud berkata:
“Tidaklah kamu
berbicara kepada suatu kaum dengan pembicaraan yang tidak bisa dijangkau akal
mereka, melainkan hal tersebut menjadi ujian bagi sebagian mereka.4 Hal-hal
yang dapat mempengaruhi akal seperti narkoba, khamar, muftir, dan barang-barang
yang memabukkan lainnya seprti firman Allah dalam surat An-Nisa’ :43
Artinya : Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid)
sedang kamu dalam keadaan junub[301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga
kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari
tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak
mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
- Perlindungan Terhadap Kehormatan
Islam
menjamin kehormatan manusia dengan memberikan perhatian yang sangat besar, yang
dapat digunakan untuk memberikan spesialisasi kepada hak asasi mereka.
Perlindungan ini jelas terlihat dalam sanksi berat yang idjatuhkan dalam
masalah zina, masalah menghancurkan kehormatan oarang lain, dan masalah qadzaf. Islam juga memberi perlindungan
melalui pengharaman ghibah (menggunjing),
mengadu domba, memata-matai, menyumpat, dan mencela dangan menggunakan
panggilanburuk, juga perlindungan-perlindungan lain yang bersinggungan dengan
kehormatan dan kemuliaan manusia. Diantara bentuk perlindungan yang diberikan
adalah dengan menghina dan memberi ancaman kepada para pembuat dosa dengan
siksa yang sangat pedih pada hari kiamat.
Dalam pembahasan berikut kita akan
memaparkan beberapa tema, diantaranya diantaranya masalah had dan sanksi yang
ditetapkan Islam untuk perbuatan zina dan perbuatan menghancurkan kehormatan
;masalah had dan sanksi yang
ditetapkan Islam untuk tindak kejahatan qadzaf
; masalah yang menginggung kehormatan manusia ; masalah masturbasi, onani dan
kelainan seksual lainnya.
Para Ulama mendefinisikan bahwa
‘zina’ adalah hubungan seksual yang sempurna antara seorang laki-laki dan
seoarang perempuan yang diinginkan (menggairahkan), tanpa akad pernikahan sah
ataupun pernikahan yang menyerupai sah.
Dalam mazhab Hanafiyyah dikatakan :
dengan zina hukum mahram mushaharah
(menantu atau besan)menjadi ada. Adapu golongan Hanbali berpendapat : menurut
mazhab shahih, dengan berzina hukum mahram menjadi ada; Orang yang berzina
dengan seorang wanita, maka siibu dan putri siwanita haram baginya. Ayah dan anak
laki-lakipun haram bagi siwanita.
Golongan Syafi’iyah berpendapat :
zina tidak menjadikan tetapnya mahram
mushaharah, bagaimanapun keadaannya. Karena hubungan mahram ini adalah
hikmat Allah, maka ia tidak dapat didapatkan atau ditetapkan dengan berzina dan
karena air zina adalah sia-sia, tidak ada kemuliaan padanya. Jadi, orang yang
berzina dengan seseorang wanita maka halal baginya menikahi anak atau orang
tuanya (ibu atau nenek), seperti halalnya si wanita tersebut halal untuk orang
tua dan anak-anaknya. Namun, makruh hukumnya menikahi wanita tersebut.5
Golongan
Malikiyyah berpendapat : Menurut pendapat yang dijadikan pegangan, zina tidak
dapat menyebabkan hukum kemahraman; orang yang berzina dengan seorang wanita,
maka dia boleh menikahi anak atau orang tua si wanita. 6
Sanksi
perbuatan zina sudah diterangkan dalam syari’at Islam dengan tahapan-tahapan
berikut.
a.
Pada permulaan Islam, sanksi bagi wanita penzina adalah
dengan dikurung di rumah keluarganta sampai mati atau sampai Allah memberikan
jalan untuknya. Sedangkan sanksi bagi laki-laki penzina adalah dengan disiksa (ta’zir atau dipukul). Apabila setelah
itu dia bertaubat dan memperbaiki amalnya, maka harus dibiarkan. 7
Artinya : 15. Dan (terhadap) para
wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi
diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka Telah memberi
persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka
menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. 16. Dan terhadap dua orang yang melakukan
perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, Kemudian
jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
b.
Setelah itu turun ayat dalam Surah An-Núr yang
menghapus hukum dari dua ayat di atas. Ayat inilah yang menjadi hukum sanksi
penzina, yakni dengan pencambukan dan
pengasingan ghairu muhshan (bagi
pelaku yang belum menikah), dan dengan hukum rajam bagi yang muhshan, yakni laki-laki yang baligh dan
berakal, yang berhubungan seksual melalui qubul seorang wanita, sedang dia
memiliki pernikahan yang sah, meskipun perbuatan ini dilakukan hanya sekali.
Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.
Rasulullah SAW bersabda,
Artinya : Ambillah dariku,
sesungguhnya Allah telah membuat jalan untuk mereka (para wanita penzina);
orang yang belum menikah berzina dengan sesama orang yang belum menikah didera
seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Sedangkan orang sudah menikah
berzina dengan sesama orang yang sudah menikah di dera seratus kali dan di
rajam dengan batu.
Artinya, pada mulanya, sanksi
perbuatan zina adalah sanksi ta’zir (pengajaran) saja, lalu sanksi ini dihapus
dan menjadi sanksi tindak kriminal dengan hukum Had; dengan didera, diasingkan, dan dirajam.
Ada 2 (dua) pendapat mengenai hukum Had untuk perbuatan liwath (homo seksual).
1. Tindakan homo seksual mengharuskan diberlakukannya
hukum Had, seperti dalam perzinaan;
didera dan diasingkan (bagi pelaku yang belum menikah), dan dirajam (bagi
pelaku yang sudah menikah), sebagaimana hadist yang diriwayatkan Abu Musa
Al-Asy’ari, bahwasanya Nabi bersabda :
Artinya : Jika seorang laki-laki
menyetubuhi laki-laki, maka mereka berdua adalah dua pezina. Dan jika seorang
wanita menyetubuhi wanita, maka mereka berdua adalah pezina (lesbi).
2. Pelaku dan objek perbuatan harus
dibunuh, sebagaimana hadist yang diriwayatkan Ibu Abbas bahwasanya Nabi
bersabda :
Artinya : Orang yang kalian dapati
melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah sipelaku dan
objeknya, lalu bagaimana cara membunuhnya? Ada 2 (dua) cara :
a.
Dibunuh
dengan pedang.
b.
Dirajam
seperti pembunuhan karena perbuatan zina. Diantara ulama yang mengemukakan pendapat
ini adalah Imam Ahmad, Malik, dan Al-Laits.
Adapun perbuatan lesbi mengharuskan
diberlakukannya ta’zir, bukan Had karena lesbi adalah bersentuhan
tanpa memasukkan kemaluannya, seperti halnya orang laki-laki memasukkan
kemaluannya tidak pada lubang kemaluan siwanita, maka perbuatan ini tidak ada Had-nya.
Karena sanksi zina sangat berat, maka
syari’ah mewajibkan diberlakukannya sanksi tersebut dengan pengakuan, ditetapkan
dengan adanya saksi yang harus memenuhi syarat-syarat berikut.
a.
Saksi
adalah 4 (empat) orang laki-laki adil,
Artinya : Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang
yang fasik.
b.
Kesaksian
harus dengan menjelaskan masuknya kemaluan laki-laki dalam lubang kemaluan
wanita.
c.
Kesaksian
harus menggunakan ucapan jelas yang menyatakan perbuatan zina, bukan kinayah
atau kiasan.
d.
Tempat
dan waktu kesaksian tidak boleh berbeda; kesaksian empat orang tersebut harus
ada di satu majelis.
e.
Kesaksian
tidak diberikan setelah laporan sudah diajukan/ berlaku.
- Perlindungan Terhadap Harta Benda
Harta
merupakan salah satu kebutuhan ini dalam kehidupan, dimana manusia tidak akan
bisa terpisah darinya.
Artinya : Harta dan anak-anak adalah perhiasan
kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Manusia termotivasi untuk mencari
harta demi eksistensinya dan demi mengubah kenikmatan materi dan religi, dia
tidak boleh berdiri sebagai penghalang antara dirinya dengan harta. Namun,
semua motivasi ini dibatasi dengan 3 (tiga) syarat, yaitu : Harta
dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal
dengan harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan tempat dia hidup.
1.
Harta
dikumpulkannya dengan cara yang halal adalah dengan bekerja dan mawaris, seseorang
tidak boleh memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, karena Allah
berfirman.
Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. (Q.S. An-Nisaa : 29)
Allah juga mengharamkan manusia memakan
hasil riba (Q.S. Al-Baqarah [2] 275 – 276). Apabila seseorang meminjamkan hartanya
kepada orang lain dalam bentuk hutang, maka dia bisa memilih salah satu
diantara tiga kemungkinan berikut.
Ø
Meminta
kembali hartanya tanpa tambahan.
Ø
Apabila
tidak bisa mendapatkannya, maka dia harus bersabar dan tidak membebaninya dengan
melakukan tagihan.
Ø
Apabila
orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya dia dapat menyedekahkan pinjaman
tersebut kepada peminjam yang dalam keadaan miskin atau payah, karena nikmat
harta harus menjadi motivator untuk saling mengasihi, tidak untuk bersikap
antipati.
Allah mengharamkan harta yang
dihasilkan dari jalan mencuri (Q.S. Al-Maidah [5] : 36). Allah juga
mengharamkan penipuan, Nabi SAW mengatakan bahwasanya tidak halal bagi
seseorang untuk menjual melainkan dia menjelaskan keburukannya, dan tidaklah halal
bagi orang yang mengetahuinya melainkan dia harus menjelaskannya.
Allah juga mengharamkan penimbunan dan
monopoli barang perdagangan atau yang lainnya. Allah berfirman Q.S. At-Taubah
[9] : 34
Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
Harta yang baik
pastinya berasal dari tangan-tanga orang yang cara memilikinya berasal dari
pekerjaan yang dianjurkan agama, seperti bekerja di sawah, pabrik, perdagangan,
perserikatan dengan operasional yang syar’i atau dari warisan dan hal sejenis.
Ada dua hal perlindungan harta yang baik yaitu, pertama, memiliki hak untuk
dijaga dari para musuhnya, baik dari tindak pencurian, perampasan, atau
tindakan lain memakan harta orang lain (baik dilakukan kaum muslimin atau
non-muslim) dengan cara yang bathil, seperti merampok, menipu, atau memonopoli,
kedua ; harta tersebut dipergunakan untuk hal-hal yang mubah, tanpa ada unsur
mubazir atau menipu untuk hal-hal yang dihalalkan Allah. Maka harta ini tidak
dinafkahkan untuk kefasikan, minuman keras, atau berjudi. Allah berfirman dalam
Q.S. Al-Maidah : 90.
Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
C. KEMASHLAHATAN GHAIRU DHARURIYAT
Ialah
kebutuhan-kebutuhan skunder, dimana bilamana
tidak terwujudnya tidak sampai mengancam keselamatannya, namun akan mengalami
kesulitan. Syari’at Islam menghilangkan segala kesulitan itu. Adanya hukum rukhshah (keringanan) seperti dijelaskan
Abd. Al-Wahhab Khallaf, adalah sebagai contoh dari kepedulian syari’at Islam
terhadap kebutuhan ini.
Dalam lapangan ibadat, Islam
mensyari’atkan beberapa rukhshah
(keringanan) bilamana kenyataannya mendapat kesulitan dalam menjalankan perintah-perintah
taklif. Misalnya, Islam membolehkan
tidak berpuasa bilamana dalam perjalanan dalam jarak tertentu dengan syari’at
diganti pada hari yang lain. Dan demikian juga halnya dengan orang yang sedang
sakit. Kebolehan meng-qasar shalat
adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hajiyat
ini.
Dalam lapangan mu’amalat disyari’atkan banyak macam
kontrak (‘akad), serta macam-macam jual beli, sewa menyewa, syirkah (perseroan) dan mudharabah (berniaga dengan modal orang
lain dengan perjanjian bagi laba) dan beberapa hukum rukhshah dalam mu’amalat.
Dalam lapangan ‘uqubat (sanksi
hukum), Islam mensyari’atkan hukuman diyat
(benda) bagi pembunuh tidak sengaja, dan menangguhkan hukuman potong tangan
atas seseorang yang mencuri karena terdesak untuk menyelamatkan jiwanya dari
kelaparan. Sesuatu kesempitan menimbulkan keringanan dalam syari’at Islam
adalah ditarik dari petunjuk-petunjuk ayat Al-qur’an juga. Misalnya : Ayat 6 Surat Al-Maidah :
Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Dalam berbagai bidang
kehidupan, seperti ibadat mu’amalat
dan ‘uqubat Allah telah mensyariatkan
hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan tahsiniyat
dalam lapangan ibadat, kata Abd. Wahhab Khallaf umpamanya Islam mensyari’atkan
bersuci baik dari najis atau dari hadas, baik pada badan ataupun pada tempat
dan lingkungan, Islam menganjurkan berhias ketika hendak kemesjid, menganjurkan
memperbanyak ibadah sunnah.
Dalam lapangan mu’amalat islam melarang boros, kikir,
menaikkan harga monopoli dan lain-lain. Dalam bidang ‘uqubat islam mengharamkan membunuh anak-anak dalam peperangan dan
kaum wanita, melarang melakukan muslah
(menyiksa mayit dalam peperangan).
Tujuan syari’at seperti
seperti tersebut tadi bisa disimak dalam beberapa ayat misalnya ayat 6 surat Al-Maidah:
Artinya: Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
II. Peranan MaQasid Syari’ah Dalam Pengembangan
Hukum
Pengetahuan tentang maqasid syari’ah seperti ditegahkan oleh
Abd al-Wahhab Khallaf, adalah hal yang sangat penting yang dapat dijadikan alat
bantu untuk memahami redaksi Al-qur’an dan sunnah, menyelesaikan dalil-dalil
yang bertentangan dan sangat penting lagi adalah untuk menetapkan hukum
terhadap kasus yang tidak bertampung oleh Al-qur’an dan sunnah secara kajian
kebahasaan
Metode istinbat seperti qiyas, istihsan ,dan maslahah
mursalah adalah metode-metode pengembangan hukum islam yang didasarkan atas
maqasid syari’ah. Qiyas misalnya baru
bisa dilaksanakan bilamana dapat ditemukan maqasid
syari’ahnya yang merupakan alasan logis (illat) dari suatu hukum.
Sebagai contoh, tentang kasus diharamkanya minuman khamar.
Jika yang akan
diketahui hukumnya itu telah di tetapkan hukumnya dalam nash atau melalui qiyas, kemudian
dalam satu kondisi bila ketentuan itu di terapkan akan berbenturan dengan
ketentuan atau kepentingan lain yang lebih umum dan lebih layak menurut syara’
untuk mempertahankan maka ketentuan itu dapat ditinggalkan, khusus dalam
kondisi tersebut. Ijtihad seperti ini dikenal dengan istihsan. Metode penetapan
hukum melalui maqasid sysriat dalam praktik-pratik
istinbat tersebut, yaitu praktik qiyas, istihsan dan al-zari’ah dan irf (adat
kebiasaan) disamping disebut metode penetapan hukum melalui maqasid syari’ah, juga oleh sebagian besar ulama ushul fiqh
disebut berbagai dalil-dalil pendukung, seperti telah diuaraikan secara singkat
pada pembahasan dalil-dalil hukum diatas.
PENUTUP
KESIMPULAN
Perlindungan yang diberikan agama
islam adlah perlindungan untuk sesuatu yang orang lain haram mempermainkan atau
menganiayanya. Setelah menjelaskan kewajiban yang harus kita laksanakan, Allah
menjelaskan hal-hal yang diharamkan agar kita bisa menjauhinya. Penjelasan ini
merupakan karunia Allah. Karena, andai penjelasan mengenai hal-hal yang
diharamkan itu tidak ada, pastilah sesuatu untuk menguatkan eksistensi sebuah
masyarakat dan hubungan antar anggotamya akan bercampur aduk. Dan yang terjadi
adalah sebaliknyanya ; perkara haram akan dilakukan, sehingga hal ini akn
menimbulkan keguncangan dalam eksistensi dan bangunan sebuah masyarakat.
Merupakan hikmat dari Allah, bahwa dia menjelaskan semuanya kepada kita
sehingga masyarkat tetap kuat dengan fondasi yang kokohmampu merealisasikan
kebahagiaan dan rasa aman dari tiap individunya. Hal-hal yang diharamkan Allah
untuk kita bukanlah tali atau penikat manusia, namun diharamkan agar manusia
berjalan diatas rel yangbenar dan tidak terjermus kedalam julur berliku atau
salah jalan. Allah berfirman:
Artinya: Mengapa kamu tidak mau memakan
(binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya,
padahal Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan
Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang
lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah
yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.
Kita tahu bahwa Allah tidaklah
membuat perundang-undangan syari’at dengan main-main atau senda gurau, tidak
pula menciptakanya dengan sembarangan (sungguh maha suci Allah dari semua hal seperti
ini), namun Allah mensyariatkan perundang-undangan islam untuk tujuan tujuan
besar dengan kemaslahatan dunia dan akhirat yang kembali kepada para hamba,
sehingga kesejahtraan akan merata, dan rasa aman sentosa akan mendominasi.
Kemaslahatan dunia dikategorikan menjadi
dua, baik yang pencapaiannya dengan cara menolak kemudaratan.
1.
Kemaslahatan
dharuriyyah (inti/ pokok);
kemaslahatan muqashid syar’yyah yang
berada dalam urutan paling atas.
2.
Kemaslahatan
ghairu dharuriyyah (bukan
kemaslahatan pokok); namun kemaslahatan
ini tergolong penting dan tidak bisa dipisahkan.
Kemaslahatan inti/pokok yang
disepakati dalam semua syari’at tercakup dalam lima
hal, seperti yang dihitung dan disebut oleh para ulama dengan nama al-kulliyyat al-khams (lima hal inti/pokok) yang mereka anggab
sebagai dasar-dasar dan tujuan umum syari’at yang harus dijaga sebagaimana
dikatakan Imam Al-Grazali dan Imam Asy-Syathibi. Dan beberapa ulama
melantunkanya dalam syair,
Ketahuilah!Hal
itu telah dijaga
Oleh setiap ulama yang sudah lalu
Menjaga lima perkara dalam semua syari’at
Jalan agama, jiwa, dan
akal urutan
Ketiga juga keturunan
dan harta
Maka kumpullah dalam
pendengaran
- Menjaga agama (Hifdz Ad-Din) ; Illat (alasan) diwajibkannya berperang dan berjihad, jika ditujukan untuk para musuh dan tujuan senada.
- Menjaga jiwa (Hifzd An-Nafs) ; Illat (alasan) diwajibkannya hukum qishash, diantaranya dengan menjaga kemuliaan dan kebebasannya.
- Menjaga akal (Hifdz Al-‘Aql) ; Illat (alasan) diharamkan semua benda yang memabukkan atau narkotika yang sejenisnya.
- Menjaga harta (Hifzd Al-Mal) ; illat (alasan) pemotongan tangan untuk para pencuri, illat diharamkannya riba suap-menyuap, atau dengan memakan harta orang lain dengan cara batil lainnya.
- Menjaga keturunan (Hifzd An-Nasl) ; Illat (alasan) diharamkannya zina dan qadzqf (menuduh orang lain berzina).
Perlindungan ini tidak
akan dilakukan manusia kecuali dalam keadaan darurat, keadaan yang bisa menjaga
kelenggangan jiwa manusia agar dapat terus hidup guna menolak kehancuran atau
kematian. Perlindungan ini juga dilakukan seperti saat darurat harus memakan
danging bangkai, atau karena hilangnya udzuryang memperolehkan untuk melakukan
hal tersebut. Adapun perantara atau berbagai sarana yang tidak sama dengan lima inti atau
unsur-unsurnya ini dianggab sebagai hal pelengkap atau hal berbeda denganya,
sedangkan pelaksanaan atau menjauhinya adalah wajib.
DAFTAR PUSTAKA
Jauhar,
AhmadAl-Musi Husain, Muqasid Syari’ah, Amzah;
Jakarta, 2009
Prpf
, H. A, Djazuli,Fiqih Siyasah,Kencana
Jakarta, cetakan ke II, 2003.
Abdul
Wahhab Khallaf,Al-Siyasah Al-Syari’ah,
Daral-Ansr, Kairo,1977
M.
Zein, Satria Efendi,ushul-figh, Jakarta : Kencana, 2008.
0 comments:
Posting Komentar