-->

Maqasid Syari’ah

Posted by Sarjana Ekonomi on Sabtu, 05 Mei 2012


BAB  I
PENDAHULUAN

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa menurut pandangan Para ahli Ushul Fiqh Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah disamping menunjukkkan hukum dengan bungi bahasanya, juga dengan ruh tasry atau maqasid syari’at. Melalui maqasid syariat inilah ayat-ayat dan hadist-hadist hukum yang secara kuantitatif sangat terbatas jumlahnya dapat dikembangkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang secara kajian kebahasan tidak tertampung dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Pengembangan itu dilakukan dengan menggunakan metode istimbat seperti dengan qiyas, istihan, maslah-mursalah, dan urf yang ada sisi lain disebut sebagai dalil. Berikut ini akan diuraikan dengan pengertian maqasid syari’ah dan peranannya dalam menetapkan hukum.                                                                                                      



BAB  II
PEMBAHASAN

            Maqasid Syari’ah berarti tujuan Allah dan rasul-NYAdalam merumuskan hukum-hukum islam. Tujuan itu dapat ditelususi dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan seatu hukum yang bedrientrasi kepada kemashlahatan Umat manusia.
            Abu Ishaq Al-Syatibi melaporkan hasil penelitian para Ulama terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rasul bahwa hukum-hukum disyari’atkan Allah untuk menunjukkan kemaslahatan umat manusia, baik idunia maupun akhirat kelak. Kemashlahatan yang akan diwujudkan itu menurut Asl-Syatibi terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu kemashlahatan dharuriyat, dan kemashlahatan ghairu dharuriyat.

A.    KEMASHLAHATAN DHARURIYAT

Kemashlahatan  dharuriyat ialah tingkat kebutuhan yang harus ada atau disebut dengan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancan keselamatan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Sedangkan Para Ulama  mengemukakan bahwa terdapat 5 kemashlahatan dharuriyat yaitu: 1
  1. Menjaga Agama (Hifdz Ad-din) ; Illat (alasan) diwajibkannya berperang dan berijtihat, jika ditunjuk untuk para musuh atau tujuan senada.
  2. Menjaga jiwa (Hifdz An-nafs) ; Illat (alasan) diwajibkan hukum qishash, diantaranya dengan menjaga kemuliaan dan kebebasannya.
  3. Menjaga akal (Thifdz Al’Aql) ; Illat (alasan) diharamkannya semua benda yang memabukkan atau narkotika dan sejenisnya.
  4. Menjaga harta (Hifdz Al-Mal) ; Illat (alasan) pemotongan tangan untuk para pencuri, illat diharamkan riba dan suap-menyuap, atau memakan harta orang lain dengan cara batil lainnya.
  5. Menjaga keturunan (Hifdz An-Nasl) ; Illat (alasan) diharamkan zina dan qadzaf (menuduh orang lain berzina).

Perlindungan ini tidak dilakaukan manusia kecuali dalam keadaan darurat, keadaan yang biasa menjaga kelanggengan jiwa manusia agar dapat terus hidupguna menolak kehancuran atau kematian. Perlindungan ini juga dilakukan seperti saat darurat memakan danging bangkai, atau karena hilangnya uzdur yang perantara atau berbagai sarana yang tidak sama dengan lima hal inti atau unsur-unsurnya itu dianggab sebagai pelengkap atau hal berbeda dengannya, sedang pelaksanaan atau penjauhunya adalah wajib.

B.     KEMASHLAHATAN DHARURIYAH

1.      Perlindungan Islam Terhadap Agama (Hifdz Ad-Din)

Islam menjaga hak dan kebebasan, dan kebebasan pertama adalah kebebasan keyakinan dan beribadah, setiap pemeluk agama dan mazhabnya, ia tidak boleh dipaksa dan meninggalkannya menuju agama atau mazhab lain, tidak boleh ditekan untuk berpindah dari keyakinan untuk masuk Islam. Dasar hak ini sesuai firman Allah  :

   
Artinya:Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q,S Al-Baqarah :256)

Untuk orang-orang non muslim Islam menjaga tempat perhambatan mereka, menjaga kehormatan syiar mereka, bahkan Al-Qur’an menjadikan salah satu sebab diperkenankannya berperang adalah karena untuk menjaga kebebasan beribadah. Dan hal ini tersirat dalam firmannya 
Yang berbunyi:


Artinya: Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (Q.S Al-Hajj : 39)


Artinya : (yaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali Karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah Telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (Q.S Al-hajj :40).

Oleh kerena itu, Islam menetabkan bahwa orang kafir dzimni dinegara Islam atau negara yang tunduk kepada kaum muslim memiliki hak dan kewajiban seperti kaum muslimin. Pemerintah wajib menjaga seluruh rakyat dan menerabkan peraturan perundang-undangan yang juga diterapkan kepada kaum muslimin, maka batasan-batasan islami tidak boleh dijatuhkan terhadap masalah yang tidak diharamkan untuk mereka.
Ada beberapa pokok yang perlu kita ketahui dalam perlindungan Islam terhadap Agama yaitu :
a.       Pokok hubungan orang-orang non muslim
b.      Perlindungan Islam kepada harta non muslim
c.       Hak-hak privasi dan sosial untuk Tap individu menurut syari’at
d.      Batasan orang yang murtad dari Islam.

  1. Perlindungan Terhadap Jiwa (Hifzd An-Nafs)

Hak pertama dan paling utama yang diperhatikan Islam adalah hak hidup, hak yang disucikan dan tidak boleh dihancurkan kemuliaannya manusia adalah ciptaan Allah, sebagai mana pada surat An-Naml : 88


Artinya:Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

            Adalah sangat jelas hikmah Allah menciptakan manusia dengan fitrah yang diciptakan –NYA untuk manusia. Menjaga jiwa menuntut adanya perlindungan dari segala bentuk penganiayaan. Baik pembunuhan, pemotongan anggota badan atau tidak melukar fisik. Denga demikian tidak ada hak untuk menganiaya jiwa, yang dilakukan manusia sendiri atau makhluk lainnya. Menjaga jiwa berarti menjaga kehormatan manusia dengan menghalangi pencelaan tuduhan dan hal lain yang menyentuh kehormatan tersebut. Hal-hal yang berkenaan perlindungan terhadap jiwa dan tindakan Islam terhadap perbuatan tersebut seperti :
a.       Tindak pengeboman atau peledakan dengan cara membayar Diyat ataupun Kafarah.
b.      Pembunuhan ; orang yang membunuh orang lain dengan sengaja, maka dia berhak mendapatkan balasan (siksaan).2  dan orang yang menbunuh dirinya sendiri divonis akan kekal dan dikekalkan dineraka Mengapa? Karena manusia tidak dapat menciptakan sendiri maka mengapa dia membunuh dirinya? Allah lah yang menciptakannya dan Ruh serta hidup manusia adalah milik Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam Q, S Al-Baqarah :258 yaitu:


Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) Karena Allah Telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Maka pembunuh dalam Islam disyaria’tkan dengan tindakan Qishassh, dan Diyat.

  1. Perlindungan Terhadap Akal

Akal merupakan sumber hikmah pengetahuan, sinar hidayah, cahaya mata hati dan media kebahagiaan manusia diakhirat. Dengan akal surst perintah dari Allah SWT. Disampaikan dengannya pula manusia berhak menjadi pemimpin dimuka bumi, dan denganya manusia sempurna,mulia sering kali Islam mengingatkan tentang nilai dan eksistennya, menyanjung orang-orang yang menggunakan akaldan kemampuan mereka dalam memperhatikan alamdengan segala ciptaan indah makhluk yang mulia dan keserasiaannya.3
            Dalam hadist shahih diriwayatkan bahwasanya Abdullah bin Mas’ud berkata:
“Tidaklah kamu berbicara kepada suatu kaum dengan pembicaraan yang tidak bisa dijangkau akal mereka, melainkan hal tersebut menjadi ujian bagi sebagian mereka.4 Hal-hal yang dapat mempengaruhi akal seperti narkoba, khamar, muftir, dan barang-barang yang memabukkan lainnya seprti firman Allah dalam surat An-Nisa’ :43


Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub[301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.

  1. Perlindungan Terhadap Kehormatan

Islam menjamin kehormatan manusia dengan memberikan perhatian yang sangat besar, yang dapat digunakan untuk memberikan spesialisasi kepada hak asasi mereka. Perlindungan ini jelas terlihat dalam sanksi berat yang idjatuhkan dalam masalah zina, masalah menghancurkan kehormatan oarang lain, dan masalah qadzaf. Islam juga memberi perlindungan melalui pengharaman ghibah (menggunjing), mengadu domba, memata-matai, menyumpat, dan mencela dangan menggunakan panggilanburuk, juga perlindungan-perlindungan lain yang bersinggungan dengan kehormatan dan kemuliaan manusia. Diantara bentuk perlindungan yang diberikan adalah dengan menghina dan memberi ancaman kepada para pembuat dosa dengan siksa yang sangat pedih pada hari kiamat.
            Dalam pembahasan berikut kita akan memaparkan beberapa tema, diantaranya diantaranya masalah had  dan sanksi yang ditetapkan Islam untuk perbuatan zina dan perbuatan menghancurkan kehormatan ;masalah had dan sanksi yang ditetapkan Islam untuk tindak kejahatan qadzaf ; masalah yang menginggung kehormatan manusia ; masalah masturbasi, onani dan kelainan seksual lainnya.
            Para Ulama mendefinisikan bahwa ‘zina’ adalah hubungan seksual yang sempurna antara seorang laki-laki dan seoarang perempuan yang diinginkan (menggairahkan), tanpa akad pernikahan sah ataupun pernikahan yang menyerupai sah.
            Dalam mazhab Hanafiyyah dikatakan : dengan zina hukum mahram mushaharah (menantu atau besan)menjadi ada. Adapu golongan Hanbali berpendapat : menurut mazhab shahih, dengan berzina hukum mahram menjadi ada; Orang yang berzina dengan seorang wanita, maka siibu dan putri siwanita haram baginya. Ayah dan anak laki-lakipun haram bagi siwanita.
            Golongan Syafi’iyah berpendapat : zina tidak menjadikan tetapnya mahram mushaharah, bagaimanapun keadaannya. Karena hubungan mahram ini adalah hikmat Allah, maka ia tidak dapat didapatkan atau ditetapkan dengan berzina dan karena air zina adalah sia-sia, tidak ada kemuliaan padanya. Jadi, orang yang berzina dengan seseorang wanita maka halal baginya menikahi anak atau orang tuanya (ibu atau nenek), seperti halalnya si wanita tersebut halal untuk orang tua dan anak-anaknya. Namun, makruh hukumnya menikahi wanita tersebut.5   
Golongan Malikiyyah berpendapat : Menurut pendapat yang dijadikan pegangan, zina tidak dapat menyebabkan hukum kemahraman; orang yang berzina dengan seorang wanita, maka dia boleh menikahi anak atau orang tua si wanita. 6
Sanksi perbuatan zina sudah diterangkan dalam syari’at Islam dengan tahapan-tahapan berikut.
a.       Pada permulaan Islam, sanksi bagi wanita penzina adalah dengan dikurung di rumah keluarganta sampai mati atau sampai Allah memberikan jalan untuknya. Sedangkan sanksi bagi laki-laki penzina adalah dengan disiksa (ta’zir atau dipukul). Apabila setelah itu dia bertaubat dan memperbaiki amalnya, maka harus dibiarkan. 7


Artinya : 15. Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka Telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya. 16.  Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, Kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

b.      Setelah itu turun ayat dalam Surah An-Núr yang menghapus hukum dari dua ayat di atas. Ayat inilah yang menjadi hukum sanksi penzina, yakni dengan pencambukan  dan pengasingan ghairu muhshan (bagi pelaku yang belum menikah), dan dengan hukum rajam bagi yang muhshan, yakni laki-laki yang baligh dan berakal, yang berhubungan seksual melalui qubul seorang wanita, sedang dia memiliki pernikahan yang sah, meskipun perbuatan ini dilakukan hanya sekali.


Artinya :  Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.

Rasulullah SAW bersabda,





Artinya : Ambillah dariku, sesungguhnya Allah telah membuat jalan untuk mereka (para wanita penzina); orang yang belum menikah berzina dengan sesama orang yang belum menikah didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Sedangkan orang sudah menikah berzina dengan sesama orang yang sudah menikah di dera seratus kali dan di rajam dengan batu.
Artinya, pada mulanya, sanksi perbuatan zina adalah sanksi ta’zir (pengajaran) saja, lalu sanksi ini dihapus dan menjadi sanksi tindak kriminal dengan hukum Had; dengan didera, diasingkan, dan dirajam.
Ada 2 (dua) pendapat mengenai hukum Had untuk perbuatan liwath (homo seksual).
1.      Tindakan homo seksual mengharuskan diberlakukannya hukum Had, seperti dalam perzinaan; didera dan diasingkan (bagi pelaku yang belum menikah), dan dirajam (bagi pelaku yang sudah menikah), sebagaimana hadist yang diriwayatkan Abu Musa Al-Asy’ari, bahwasanya Nabi bersabda :



Artinya : Jika seorang laki-laki menyetubuhi laki-laki, maka mereka berdua adalah dua pezina. Dan jika seorang wanita menyetubuhi wanita, maka mereka berdua adalah pezina (lesbi).
2.      Pelaku dan objek perbuatan harus dibunuh, sebagaimana hadist yang diriwayatkan Ibu Abbas bahwasanya Nabi bersabda :




Artinya : Orang yang kalian dapati melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah sipelaku dan objeknya, lalu bagaimana cara membunuhnya? Ada 2 (dua) cara :
a.       Dibunuh dengan pedang.
b.      Dirajam seperti pembunuhan karena perbuatan zina. Diantara ulama yang mengemukakan pendapat ini adalah Imam Ahmad, Malik, dan Al-Laits.

Adapun perbuatan lesbi mengharuskan diberlakukannya ta’zir, bukan Had karena lesbi adalah bersentuhan tanpa memasukkan kemaluannya, seperti halnya orang laki-laki memasukkan kemaluannya tidak pada lubang kemaluan siwanita, maka perbuatan ini tidak ada Had­-nya.
Karena sanksi zina sangat berat, maka syari’ah mewajibkan diberlakukannya sanksi tersebut dengan pengakuan, ditetapkan dengan adanya saksi yang harus memenuhi syarat-syarat berikut.
a.       Saksi adalah 4 (empat) orang laki-laki adil,


Artinya :  Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.

b.      Kesaksian harus dengan menjelaskan masuknya kemaluan laki-laki dalam lubang kemaluan wanita.
c.       Kesaksian harus menggunakan ucapan jelas yang menyatakan perbuatan zina, bukan kinayah atau kiasan.
d.      Tempat dan waktu kesaksian tidak boleh berbeda; kesaksian empat orang tersebut harus ada di satu majelis.
e.       Kesaksian tidak diberikan setelah laporan sudah diajukan/ berlaku.

  1. Perlindungan Terhadap Harta Benda

Harta merupakan salah satu kebutuhan ini dalam kehidupan, dimana manusia tidak akan bisa terpisah darinya.


Artinya :  Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.

Manusia termotivasi untuk mencari harta demi eksistensinya dan demi mengubah kenikmatan materi dan religi, dia tidak boleh berdiri sebagai penghalang antara dirinya dengan harta. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan 3 (tiga) syarat, yaitu : Harta dikumpulkannya dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal dengan harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan tempat dia hidup.
1.      Harta dikumpulkannya dengan cara yang halal adalah dengan bekerja dan mawaris, seseorang tidak boleh memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, karena Allah berfirman.


Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. An-Nisaa : 29)

Allah juga mengharamkan manusia memakan hasil riba (Q.S. Al-Baqarah [2] 275 – 276). Apabila seseorang meminjamkan hartanya kepada orang lain dalam bentuk hutang, maka dia bisa memilih salah satu diantara tiga kemungkinan berikut.
Ø  Meminta kembali hartanya tanpa tambahan.
Ø  Apabila tidak bisa mendapatkannya, maka dia harus bersabar dan tidak membebaninya dengan melakukan tagihan.
Ø  Apabila orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya dia dapat menyedekahkan pinjaman tersebut kepada peminjam yang dalam keadaan miskin atau payah, karena nikmat harta harus menjadi motivator untuk saling mengasihi, tidak untuk bersikap antipati.
Allah mengharamkan harta yang dihasilkan dari jalan mencuri (Q.S. Al-Maidah [5] : 36). Allah juga mengharamkan penipuan, Nabi SAW mengatakan bahwasanya tidak halal bagi seseorang untuk menjual melainkan dia menjelaskan keburukannya, dan tidaklah halal bagi orang yang mengetahuinya melainkan dia harus menjelaskannya.
Allah juga mengharamkan penimbunan dan monopoli barang perdagangan atau yang lainnya. Allah berfirman Q.S. At-Taubah [9] : 34


Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,

Harta yang baik pastinya berasal dari tangan-tanga orang yang cara memilikinya berasal dari pekerjaan yang dianjurkan agama, seperti bekerja di sawah, pabrik, perdagangan, perserikatan dengan operasional yang syar’i atau dari warisan dan hal sejenis. Ada dua hal perlindungan harta yang baik yaitu, pertama, memiliki hak untuk dijaga dari para musuhnya, baik dari tindak pencurian, perampasan, atau tindakan lain memakan harta orang lain (baik dilakukan kaum muslimin atau non-muslim) dengan cara yang bathil, seperti merampok, menipu, atau memonopoli, kedua ; harta tersebut dipergunakan untuk hal-hal yang mubah, tanpa ada unsur mubazir atau menipu untuk hal-hal yang dihalalkan Allah. Maka harta ini tidak dinafkahkan untuk kefasikan, minuman keras, atau berjudi. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Maidah : 90.


Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

C.    KEMASHLAHATAN GHAIRU DHARURIYAT

Ialah kebutuhan-kebutuhan skunder, dimana bilamana tidak terwujudnya tidak sampai mengancam keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Syari’at Islam menghilangkan segala kesulitan itu. Adanya hukum rukhshah (keringanan) seperti dijelaskan Abd. Al-Wahhab Khallaf, adalah sebagai contoh dari kepedulian syari’at Islam terhadap kebutuhan ini.
Dalam lapangan ibadat, Islam mensyari’atkan beberapa rukhshah (keringanan) bilamana kenyataannya mendapat kesulitan dalam menjalankan perintah-perintah taklif. Misalnya, Islam membolehkan tidak berpuasa bilamana dalam perjalanan dalam jarak tertentu dengan syari’at diganti pada hari yang lain. Dan demikian juga halnya dengan orang yang sedang sakit. Kebolehan meng-qasar shalat adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hajiyat ini.
Dalam lapangan mu’amalat disyari’atkan banyak macam kontrak (‘akad), serta macam-macam jual beli, sewa menyewa, syirkah (perseroan) dan mudharabah (berniaga dengan modal orang lain dengan perjanjian bagi laba) dan beberapa hukum rukhshah dalam mu’amalat. Dalam lapangan ‘uqubat (sanksi hukum), Islam mensyari’atkan hukuman diyat (benda) bagi pembunuh tidak sengaja, dan menangguhkan hukuman potong tangan atas seseorang yang mencuri karena terdesak untuk menyelamatkan jiwanya dari kelaparan. Sesuatu kesempitan menimbulkan keringanan dalam syari’at Islam adalah ditarik dari petunjuk-petunjuk ayat Al-qur’an juga. Misalnya : Ayat 6 Surat Al-Maidah :


Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

Dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ibadat mu’amalat dan ‘uqubat Allah telah mensyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan tahsiniyat dalam lapangan ibadat, kata Abd. Wahhab Khallaf umpamanya Islam mensyari’atkan bersuci baik dari najis atau dari hadas, baik pada badan ataupun pada tempat dan lingkungan, Islam menganjurkan berhias ketika hendak kemesjid, menganjurkan memperbanyak ibadah sunnah.
Dalam lapangan mu’amalat islam melarang boros, kikir, menaikkan harga monopoli dan lain-lain. Dalam bidang ‘uqubat islam mengharamkan membunuh anak-anak dalam peperangan dan kaum wanita, melarang melakukan muslah (menyiksa mayit dalam peperangan).
Tujuan syari’at seperti seperti tersebut tadi bisa disimak dalam beberapa ayat misalnya ayat 6 surat Al-Maidah:


Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

II.   Peranan MaQasid Syari’ah Dalam Pengembangan Hukum

Pengetahuan tentang maqasid syari’ah seperti ditegahkan oleh Abd al-Wahhab Khallaf, adalah hal yang sangat penting yang dapat dijadikan alat bantu untuk memahami redaksi Al-qur’an dan sunnah, menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan dan sangat penting lagi adalah untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak bertampung oleh Al-qur’an dan sunnah secara kajian kebahasaan

Metode istinbat seperti qiyas, istihsan ,dan maslahah mursalah adalah metode-metode pengembangan hukum islam yang didasarkan atas maqasid syari’ah. Qiyas misalnya baru bisa dilaksanakan bilamana dapat ditemukan maqasid syari’ahnya yang merupakan alasan logis (illat) dari suatu hukum.  Sebagai contoh, tentang kasus diharamkanya minuman khamar.

Jika yang akan diketahui hukumnya itu telah di tetapkan hukumnya dalam nash atau melalui qiyas, kemudian dalam satu kondisi bila ketentuan itu di terapkan akan berbenturan dengan ketentuan atau kepentingan lain yang lebih umum dan lebih layak menurut syara’ untuk mempertahankan maka ketentuan itu dapat ditinggalkan, khusus dalam kondisi tersebut. Ijtihad seperti ini dikenal dengan istihsan. Metode penetapan hukum melalui maqasid sysriat dalam praktik-pratik istinbat tersebut, yaitu praktik qiyas, istihsan dan al-zari’ah dan irf (adat kebiasaan) disamping disebut metode penetapan hukum melalui maqasid syari’ah,  juga oleh sebagian besar ulama ushul fiqh disebut berbagai dalil-dalil pendukung, seperti telah diuaraikan secara singkat pada pembahasan dalil-dalil hukum diatas.



PENUTUP

KESIMPULAN

Perlindungan yang diberikan agama islam adlah perlindungan untuk sesuatu yang orang lain haram mempermainkan atau menganiayanya. Setelah menjelaskan kewajiban yang harus kita laksanakan, Allah menjelaskan hal-hal yang diharamkan agar kita bisa menjauhinya. Penjelasan ini merupakan karunia Allah. Karena, andai penjelasan mengenai hal-hal yang diharamkan itu tidak ada, pastilah sesuatu untuk menguatkan eksistensi sebuah masyarakat dan hubungan antar anggotamya akan bercampur aduk. Dan yang terjadi adalah sebaliknyanya ; perkara haram akan dilakukan, sehingga hal ini akn menimbulkan keguncangan dalam eksistensi dan bangunan sebuah masyarakat. Merupakan hikmat dari Allah, bahwa dia menjelaskan semuanya kepada kita sehingga masyarkat tetap kuat dengan fondasi yang kokohmampu merealisasikan kebahagiaan dan rasa aman dari tiap individunya. Hal-hal yang diharamkan Allah untuk kita bukanlah tali atau penikat manusia, namun diharamkan agar manusia berjalan diatas rel yangbenar dan tidak terjermus kedalam julur berliku atau salah jalan. Allah berfirman:


Artinya:  Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.
           
            Kita tahu bahwa Allah tidaklah membuat perundang-undangan syari’at dengan main-main atau senda gurau, tidak pula menciptakanya dengan sembarangan (sungguh maha suci Allah dari semua hal seperti ini), namun Allah mensyariatkan perundang-undangan islam untuk tujuan tujuan besar dengan kemaslahatan dunia dan akhirat yang kembali kepada para hamba, sehingga kesejahtraan akan merata, dan rasa aman sentosa akan mendominasi.
            Kemaslahatan dunia dikategorikan menjadi dua, baik yang pencapaiannya dengan cara menolak kemudaratan.

1.      Kemaslahatan dharuriyyah (inti/ pokok); kemaslahatan muqashid syar’yyah yang berada dalam urutan paling atas.
2.      Kemaslahatan ghairu dharuriyyah (bukan kemaslahatan pokok); namun kemaslahatan ini tergolong penting dan tidak bisa dipisahkan.

Kemaslahatan inti/pokok yang disepakati dalam semua syari’at tercakup dalam lima hal, seperti yang dihitung dan disebut oleh para ulama dengan nama al-kulliyyat al-khams (lima hal inti/pokok) yang mereka anggab sebagai dasar-dasar dan tujuan umum syari’at yang harus dijaga sebagaimana dikatakan Imam Al-Grazali dan Imam Asy-Syathibi. Dan beberapa ulama melantunkanya dalam syair,

            Ketahuilah!Hal itu telah dijaga
            Oleh setiap ulama yang sudah lalu
            Menjaga lima perkara dalam semua syari’at
                        Jalan agama, jiwa, dan akal urutan
                        Ketiga juga keturunan dan harta
                        Maka kumpullah dalam pendengaran  

  1. Menjaga agama (Hifdz Ad-Din) ; Illat (alasan) diwajibkannya berperang dan berjihad, jika ditujukan untuk para musuh dan tujuan senada.
  2. Menjaga jiwa (Hifzd An-Nafs) ; Illat (alasan) diwajibkannya hukum qishash, diantaranya dengan menjaga kemuliaan dan kebebasannya.
  3. Menjaga akal (Hifdz Al-‘Aql) ; Illat (alasan) diharamkan semua benda  yang memabukkan atau narkotika yang sejenisnya.
  4. Menjaga harta (Hifzd Al-Mal) ; illat (alasan) pemotongan tangan untuk para pencuri, illat diharamkannya riba suap-menyuap, atau dengan memakan harta orang lain dengan cara batil lainnya.
  5. Menjaga keturunan (Hifzd An-Nasl) ; Illat (alasan) diharamkannya zina dan qadzqf (menuduh orang lain berzina).

Perlindungan ini tidak akan dilakukan manusia kecuali dalam keadaan darurat, keadaan yang bisa menjaga kelenggangan jiwa manusia agar dapat terus hidup guna menolak kehancuran atau kematian. Perlindungan ini juga dilakukan seperti saat darurat harus memakan danging bangkai, atau karena hilangnya udzuryang memperolehkan untuk melakukan hal tersebut. Adapun perantara atau berbagai sarana yang tidak sama dengan lima inti atau unsur-unsurnya ini dianggab sebagai hal pelengkap atau hal berbeda denganya, sedangkan pelaksanaan atau menjauhinya adalah wajib.


DAFTAR  PUSTAKA


Jauhar, AhmadAl-Musi Husain, Muqasid Syari’ah, Amzah; Jakarta, 2009

Prpf , H. A, Djazuli,Fiqih Siyasah,Kencana Jakarta, cetakan ke II, 2003.

Abdul Wahhab Khallaf,Al-Siyasah Al-Syari’ah, Daral-Ansr, Kairo,1977

M. Zein, Satria Efendi,ushul-figh, Jakarta : Kencana, 2008.

Previous
« Prev Post

Related Posts

Sabtu, Mei 05, 2012

0 comments:

Posting Komentar