|
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Pada bab
pendahuluan ini menerangkan mengenai latar belakang irigasi,lokasi proyek, dan
sumber air untuk perswahan
1.1.
LATAR
BELAKANG
Pada
latar belakang ini menceritakan asal usul
irigasi terutama sejarah irigasi di indonesia ini, pada latar belakang
ini juga menceritakan sekilas mengenai Kabupaten Aceh Utara.
1.1.1.
Sejarah
Irigasi Di Indonesia
Irigasi merupakan suatu sarana saluran untuk pemanfaatan
air dan juga berhubungan dengan bendungan sungai ( Weir ). Tujuannya agar air
dapat disalurkan ke petak – petak sawah yang membutuhkannya, terutama pada
tanaman pertanian ataupun perkebunan.
|
Irigasi telah lama dikenal
di Indonesia sebelum jaman hindu, dibuktikan dengan peninggalan sejarah
misalnya irigasi subak di Bali, irigasi-irigasi kecil di Jawa, sistem
penditribusian air dengan istilah minta air sebatu di Minang Kabau. Pembangunan
irigasi dilakukan sangat sederhana sesuai keadaan dan kebutuhan yaitu dengan
menumpuk batu atau memasang cerucuk-cerucuk yang diisi batu sebagai bahan
bendung. Prasarana irigasi di Indonesia berkembang terus hingga sekarang dan
sistem irigasi yang tercatat paling tua di bangun pada masa penjajahan Belanda
yaitu sekitar tahun 1852 yaitu pembangunan bendung Glapan di kali Tuntang, Jawa
Tengah.
Di Indonesia
irigasi tradisional telah dimulai sejak zaman nenek moyang kita. Hal ini dapat
dilihat dari cara bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di
Indonesia. Mereka Mengambil air dengan cara membendung
kali secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lainnya adalah mencari
sumber air pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga
dengan membawa dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau menimba dari
kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang juga.
Pada masa penjajahan Belanda sistem irigasi adalah salah satu upaya Belanda dalam melaksanakan
Tanam Paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1830. Pemerintah Hindia Belanda dalam
Tanam Paksa tersebut mengupayakan agar semua lahan yang dicetak untuk
persawahan maupun perkebunan harus menghasilkan panen yang optimal dalam
mengeksplotasi tanah jajahannya.
Pada masa ini Sistem irigasi
telah mengenal saluran
primer, sekunder, ataupun tersier. Tetapi sumber air belum memakai sistem
Waduk Serbaguna seperti TVA (Tennessee Valley
Authority) yang di bangun pada tahun 1930 di Amerika Serikat. Air dalam
irigasi pada masa ini disalurkan dari sumber kali yang disusun dalam sistem
irigasi terpadu, untuk memenuhi pengairan persawahan, di mana para petani
diharuskan membayar uang iuran sewa pemakaian air untuk sawahnya.
1.1.2. Kabupaten Aceh Utara
Kabupaten Aceh Utara adalah
sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Aceh, Indonesia.
Ibukota kabupaten ini dipindahkan dari Lhokseumawe ke Lhoksukon.
Menyusul dijadikannya Lhokseumawe sebagai kota otonom. Dalam sektor pertanian, daerah
ini mempunyai unggulan reputasi sendiri sebagai penghasil beras yang sangat penting. maka secara
keseluruhan Kabupaten Aceh Utara merupakan daerah Tingkat II yang paling
potensial di provinsi dan pendapatan per kapita di atas paras Rp. 1,4 juta
tanpa migas atau Rp. 6 juta dengan migas.
Sumber : Bappeda Kabupaten Aceh Utara, Tahun 2010
1.2. LOKASI
PROYEK
Pada perencanaan Irigasi ini mengambil lokasi di
kabupaten Aceh Utara, pada D.I. Lhoksukon kecamatan Lhoksukon. Adapun desa
–desa yang di airi adalah Desa Lueng Baro luas areal 1244 Ha, Desa T. Gajah
luas areal 1183 ha, Desa Sueneddon1 luas areal 797 ha, desa seunedon 2 luas
areal 553 ha, desa L. Barat luas areal 401 Ha, desa M. kelayu luas areal 858
ha, desa D. Aman luas areal 322ha Desa bukit Padang 1411 Ha, desa Bandar baru
luas areal 1044 Ha, desa Madat luas areal 890 Ha, desa Simpang Ulim luas areal
404 ha, desa arakundo luas areal 1134ha. Adapun luas total D.I. Jambu Aye
adalah 10241 Ha, dengan kebutuhan air perhektar sawah sebesar 1,25 L.Ha/det.
Untuk mendapatkan debit normal air yang akan di aliri
keseluruh Areal persawahan adalah :
Jumlah
air bersih (Nfr) x Luas total areal persawahan
1.25 L/dtk/Ha x 10241 Ha
= 12081,25 L/dtk = 12.081 m3/dtk
1.2.
SUMBER AIR UNTUK PERSAWAHAN
Cara pemberian air harus diselidiki dengan memperhatikan
hal-hal seperti, Jenis dan lokasi sumber air, Cara Penyaluran air dan fasilitas
penyaluran air, Sambungan sumber air dengan fasilitas penyaluran air dan besarnya air yang dialirkan, Cara
memperbaiki suhu air, kwalitas dan letak fasilitas-fasilitasnya.
Sumber air berasal dari sungai Jambu Aye yang telah di
lakukan survey dan penelitian mendalam hingga didapat debit intake sebesar 9 m3/dtk.
Pada sungai ini di bangun sebuah bendung induk ( weir ).
|
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Adapun
Tinjauan Kepustakaan ini menjelaskan mengenai saluran primer,sekunder dan
tersier,serta bangunan –bangunan pelengkap nya seperti bangunan bagi/sadap,
terjun,talang,dan gorong – gorong.
2.1. SISTEM PETAK SAWAH
Pada sistem petak sawah ini menggunakan sistem pengairan
melalui saluran primer, sekunder dan tersier yang akan di jelaskan di bawah
ini.
2.1.1. Saluran Primer
Saluran
primer,adalah saluran yang mengaliri air dari sumbernya dan membagikan ke
saluran-saluran sekunder.
Irigasi
dari sungai biasanya dilakukan dengan mendirikan bendung untuk menaikkan muka
air dan menyadapnya melalui saluran yang mengalirkan air kesaluran primer. Pertama dibahas dulu dari peta situasi yang telah dibuat
apakah kita memerlukan sebuah saluran primer atau lebih. Jika lokasi yang akan
dialiri terletak disepanjang sisi sungai saja, maka cukup dibuat satu saluran
primer saja.
Lain halnya jika lokasi itu berbentuk memanjang, yang
menjurus ke arah sungai, dalam hal ini sebaiknya beberapa saluran primer
masing-masing menerima air langsung dari sungai.
Biaya pembuatan akan bertambah tetapi akan tertutup
dibanding murahnya dengan biaya pembuatan saluran, karena saluran akan lebih
kecil dimensinya. Selain itu sebuah saluran primer yang harus melayani lokasi
yang panjang sekali harus berukuran besar dan kehilangan energinyapun besar.
Selanjutnya untuk saluran yang demikian itu, biasanya memotong sungai atau
saluran-saluran kecil dan titik potong itu terpaksa di buat bangunan yang
mahal untuk mengalirkan saluran primer. Adapun daerah yang harus di alirkan
mempunyai kemiringan yang agak kecil sehingga air dapat langsung di sadap dari
sungai.
Saluran garis tinggi.
Dimaksudkan adalah saluran yang mengikuti arah garis
tinggi (trache). Jarak saluran garis tinggi dibuat menyusuri garis tinggi
dengan memperhatikan kemiringan dari saluran : 0,3 biasanya saluran garis
tinggi dipakai sebagai primer. Adapun lokasi yang dapat dialiri oleh saluran
garis tinggi hanya di lokasi yang satu sisi garis tinggi (yang lebih rendah).
2.1.2.
SALURAN
SEKUNDER
Saluran
sekunder, Saluran yang membawa air dari saluran primer dan membagikannya
kesaluran-saluran tersier.
Dari saluran primer air akan disadap oleh saluran-saluran
sekunder untuk dialirkan daerah yang sedapat mungkin dikelilingi oleh saluran-saluran
alam dan digunakan untuk membuang air yang berlebihan. Jalan raya, jalan kereta
api dapat merupakan batas-batas yang baik sebab dengan menggunakan jalan raya
sebagai batas kita dapat sekaligus menggunakannya sebagai jalan inspeksi dari
saluran sekunder.
Untuk mengalirkan petak sekunder yang jauh dari bangunan
sadap, kita dapat menggunakan saluran muka sehingga kita tidak perlu membuat
bangunan yang mahal.
Saluran punggung yaitu saluran yang memotong/melintang
terhadap garis tinggi sedemikian rupa sehingga melalui titik tertinggi dari
daerah sekitar.
Untuk menetukan tinggi muka air saluran primer dan sekunder
adalah tergantung tinggi muka air saluran tersier yang akan dialirkan oleh
salurannya dan tinggi muka air di hilir ditambah panjang saluran dikali
kemiringan salurannya dengan rumus sebagai berikut :
Hu = Hh + (L x I)
Dimana : Hu = Tinggi muka air dihulu saluran.
Hh = Tinggi muka air di
hilir saluran.
L = Panjang saluran
Primer dan Skunder.
I = Kemiringan saluran.
2.1.3.
SALURAN
TERSIER
Saluran tersier, membawa air dari saluran
sekunder dan membagikan kepetak-petak sawah.
Dari
saluran sekunder, air disadap oleh saluran tersier untuk petak dengan luas
maksimum 100 Ha. sebagai batas petak tersier yang terletak di sepanjang saluran
primer dan menerima langsung dari saluran tersier maka di gunakan
saluran-saluran alam, jalan-jalan, jalan kereta api dan tanah-tanah tinggi.
Dalam hal ini, saluran menerima air tanpa melalui saluran-saluran sekunder.
Jika saluran tersier disadap dari saluran sekunder yang merupakan saluran garis
tinggi maka saluran tersier dapat mengalirkan air dalam dua arah.
Tinggi
muka air pada saluran tersier, ditentukan oleh letak sawah tertinggi yang akan
dialiri pada petak tersier, tinggi air yang tergenang disawah diambil setinggi
0,10 m di tambah dengan panjang saluran yang di alirkan dengan kemiringannya.
2.2.
BANGUNAN
– BANGUNAN
Bangunan
– bangunan adalah sebagai pendukung dalam pembuataan irigasi, tergantung dari
wilayah dan arealnya. Agar suatu wilayah yang akan di aliri dapat teraliri air
dengan merata
2.2.1.
Bangunan
Bagi / Sadap
Bangunan sadap bagi adalah bangunan yang terletak
pada saluran primer yang membagi air kesaluran sekunder atau pada saluran
sekunder yang membagi air pada kesaluran – saluran yang lain. Bangunan bagi
biasanya dilengkapi dengan pintu dan alat ukur.
JENIS JENIS PINTU :
Scot Balk (sb)
Susunan kayu yang satu dengan yang lain terlepas
(schot balk).
Dibuat dari susunan balok-balok persegi yang
terlepasa satu sama lain. Susunan dibuat menurut kebutuhan, schot balk
ditetapkan mengambil kehilangan energi 10 sampai 15 cm.
Pintu Kayu dan Besi Dengan
Perlengkapan Stang Pengangkat.
Penyaluran merupakan perjalanan lewat lubang
skat/pintu. Pintu biasa dibuat dari Plat Besi atau Kayu.
Dalam tugas perencanaan ini, pintu yang dipakai
hanyalah pintu jenis Romijn, type i, ii, iii ataupun type iv, dimana pemilihan
jenisnya tergantung lebar dasar saluran dan debit air saluran.
h = Tinggi muka air diudik pintu
h maks = Tinggi
muka air maksimun diatas bangunan.
h ada = Tinggi muka air diatas bangunan.
Tp = Tinggi
pada kedudukan terendah diukur dari dasar saluran normal
δ = Tinggi lantai
2.2.2.
Bangunan
Terjun
Dalam pembuatan irigasi
ditemukan perbedaan tinggi dasar saluran yang relatif besar. Hal ini
menyebabkan terjadinya terjunan air. Untuk mencegah hal ini, maka diperluka
pondasi dibawahnya. Disamping itu juga harus diadakan penggalian yang cukup
dalam. Mengingat semua memerlukan biaya yang sangat mahal, maka cukup dibuat
bangunan terjun saja. Dalam pembuatan bangunan ini, ruas perencanaan dibagi dalam
beberapa bagian :
- Vertikal Drops, bila beda muka air Z < 1,5 m
- Inclined Drops, bila 1,5 < Z < 3,0 m
- Saluran miring / got miring, bila Z > 3,0 m
Vertikal
Drops
dc = Critical
Depth = (q2 / g)1/3
q = Q/b m2/det
b = lebar pintu
g = percepatan
gravitasi
vc = q/dc
A > 0,5 . dc, 2a > 25 cm, b > 1,5 m
C = 2,5 + 1,1 + (dc/h) + 0,7 (dc/h)3
m
L = C + h . dc + 0,25 m
Type
Vlughter
S = C.H (H/Z)0,5 : C
= + 0,4
H =
Untuk : 1/3 < Z/H < 4/3
D = 0,6 . H + 1,47 . Z
a = 0,2 . H (H/Z)0,5 . 2a > 25
cm
t = 2,4 . dc + 0,4 . Z
Untuk : 4/3 < Z/H < 10
D = H + 1,1 . Z
a = 0,15 . H (H/Z)0,5 . 2a > 25
cm
t = 3,0 . dc + 0,1 . Z
r ~ 0,5 . H dan D = L = R
Dimana : D = kedalaman
dasar kolam olakan dari dasar saluran pemberi
L = panjang kolam olakan
R = jari – jari
kelengkungan kolam
Biasanya panjang dasar kolam
olakan dalam praktek diambil lebih panjang dari hasil perhitungan .
2.2.3.
Talang
Talang Merupakan saluran
irigasi yang terletak di atas permukaan tanah dan biasanya konstruksinya beton
bertulang. Talang biasa kita jumpai di saluran saluran pembawa pada sistim
irigasi. Bangunan talang biasa di bangun dengan biaya yang agak tinggi ,
makanya banyak di jumpai pada daerah – daerah yang tanah nya labil.
2.2.4.
Gorong –
gorong
Gorong digunakan untuk membawa irigasi yang
memotong jalan lalu lintas atau pun jalan kereta api. Pengaliran merupakan pengaliran pada saluran – saluran
terbuka. Umumnya dibuat dari pasangan bata dan dittup diatasnya dengan beton
bertulang.
Timbunan tanah diatasnya
minimum 0,6 meter dan diusahakan kehilangan energi sekecil mungkin. Dapat juga
dibuat gorong-gorong bulat dengan pengaliran penuh, tetapi kehilangan energi
besar. Untuk saluran garis tinggi disarankan memakai gorong-gorong persegi
dengan pengaliran tidak penuh. Kecepatan air diambil v = 1,5 – 2 m/det. Jika
kecepatan aliran terlalu kecil, maka v harus diperbesar.
Untuk kecepatan aliran pada gorong – gorong :
V < 2,5 m/det dan V > V saluran penerima
H = h gr + 0,2 m
G = minimum 0,6 m
D > 0,40 + 0,2 h + 0,1 G
atau D > 0,6 m
BAB
III
PERENCANAAN
Pada
bab ini barulah di lakukan pengolahan data – data yang ada , yang kemudian di
lakukan pendimensian saluran dan bangunan seperti yang di uraikan di bawah ini
3.1. DIMENSI SALURAN.
Faktor
– faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan saluran adalah :
a. Dimensi saluran didasarkan pada kapasitas terbesar, yaitu
kapasitas pada musim kemarau.
b. Letak saluran pembawa harus sedemikian rupa sehingga
seluruh areal dapat dialiri. Untuk itu sedapat mungkin saluran di letakkan di
punggung bukit.
c. Saluran pembawa sedapat mungkin dipisahkan dari saluran
pembuang. Kecepatan pada saluran pembawa kecil sedangkan saluran pembuang
kecepatan besar.
d. Saluran primer mempunyai syarat – syarat :
1). Saluran primer
tidak terlalu panjang.
2). Kemiringan
saluran harus kecil.
3). Usahakan aliran
selalu lurus.
Di lihat dari segi teknik,
saluran primer, sekunder, dan tersier merupakan hal yang sangat penting bagi
para petani, karena dengan sarana inilah air irigasi dapat di manfaatkan.
Perencanaan saluran pertama –tama di mulai dengan menetukan
debit rencana petak sawah yang akan di airi:
Debit rencana sebuah saluran di hitung dengan
rumus umum berikut :
Qt = NFR . A
.................( Kriteria Perencanaan 06 halaman 57 )
e
Keterangan :
Q =
Debit rencana L/dtk
NFR = Kebutuhan bersih air
di sawah L / dtk. Ha
A =
Luas daerah yang di airi , Ha
e =
Efisiensi irigasi di petak sawah
Setelah
debit rencana di tentukan, dimensi saluran dapat di hitung dengan Rumus
Strickler berikut :
V = K.R2/3 I1/2 ................. ( Kriteria Perencanaan 06 halaman 57 )
R = A
P
A = ( b + mh ) h
P =
b + 2h m2 + 1
Q = V . A
n =
b
h
Keterangan :
Q = Debit
saluran, M3 /dtk
V =
Kecepatan Aliran, M / s
A = Luas
penampang , M2
R = Jari –
jari hidrolis, M
P =
Keliling basah, M’
b = Lebar
dasar saluran, M’
h = Tinggi
air, M’
I =
Kemiringan dasar saluran ( 0.0005 )
n =
kedalaman – Lebar
I =
Kemiringan talud
K =
Koefisien kekasaran strickler m1/3/dtk
m =
kemiringan talud hor vert
3.2. PERENCANAAN BANGUNAN
Perencanaan
Boks bagi harus memenuhi persyaratan berikut guna membatasi pembagian air :
-
Pemberian air terus menerus
-
Pemberian air secara rotasi
-
Debit moduler
-
Fleksibilitas
Oleh
karena pada jaringan irigasi desa lhok sukon menggunakan system pemberian air
secara rotasi , makaboks di beri pintu yang dapat menutup seluruh atau sebagian
bukaan secara bergantian .
3.2.1
Perhitungan dapat tidaknya pintu Romijin dipakai.
- Pada saluran Primer /
Sekunder
h = 1.730 m
Q = 9.00 m3/det
b1 = 3,46
m ; 1 pintu ; h maks = 1.54 m.
b = 1 . 3,46 = 3,46 m
A = b . h = 3,46 .
1,730 = 5,985 m2
V = Q / A = 9.00/5,985 =
53,865 m/det
h ada = h1 – V2/2.g
= 1.059 – 0.098 = 0,961 m
Untuk Pintu Romijn I ; h max
= 2.88 m
h ada < h max -----------
Pintu Romijn dapat dipakai
Tinggi lantai : h max – tp –
h = 1.54 – 0,05 – 1,34 = 0,15 m
Lantai dinaikkan 0,15 m
- Panjang lantai : 0,15 < h/4 = 0,335 ------------- ~ L <
1,0 m.
- Perhitungan perlu tidaknya
bangunan terjun dan kolam olakan
z = TMA udik – TMA
hilir + V2/2.g
= 16.00 – 15.81 +
0.098
= 0.288
------------- ~ tidak perlu bangunan terjun
z/h = 0.288 / 1.34 = 0,214
--------------- z / h < 0,5
Tidak
perlu kolam olakan
|
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada Bab terakhir ini penulis (blogger) akan
menyimpulkan sekaligus memberikan saran–saran mengenai apa yang penulis
dapatkan dari pengerjaan tugas perencanaan irigasi ini , seperti akan di
kemukakan di bawah ini.
4.1.KESIMPULAN
Kesimpulan ini di dapatkan melalui pengerjaan tugas perencanaan
irigasi ini sebagai berikut :
-
Tujuan perencanaan irigasi pada dasarnya adalah
merancang suatu system pemanfaatan air untuk memenuhi kebutuhan air persawahan
secara terus menerus dengan perhitungan biaya yang ekonomis .
-
Pada perencanaan ini saluran primer sekunder dan
tersier di rencanakan menggunakan saluran tanah agar lebih ekonomis dan lokasi
yang mendukung.
-
Oleh karena debit yang ada pada sungai sebesar 9
m3/dtk sedangkan kebutuhan air / debit persawahan sebesar 14,224 m3/dtk maka
pada sistim irigasi ini menggunakan sistim irigasi rotasi / bergiliran agar
seluruh petak sawah yang ada pada D.I. tersebut terpenuhi kebutuhan air nya.
-
Pada jaringan irigasi ini juga di bangun pintu –
pintu air / boks bagi untuk membagi air ke petak – petak sawah secara
bergantian.
-
Oleh karena jaringan irigasi ini menggunakan
sistim rotasi, maka pintu romijn di beri pintu yang menutup seluruh bagiannya.
4.2. SARAN
Inilah hal – hal yang patut di perhatikan dalam suatu perencanaan
jaringan irigasi di daerah manapu , penulis juga memberikan saran yang penulis
harapkan berguna dalam perencanaan jaringan irigasi pada daerah lainnya .
-
Factor – factor seperti biaya konstruksi, iklim,
potensi daerah layanan , jenis tanaman , struktur tanah, dll. Harus terlebih
dahulu di ketahui sehingga irigasi yang di rencanakan nantinya bermanfaat tepat
guna dengan survey topografi dan riset dalam prosesnya sebaiknya mlalui
penyelidikan secara pasti
-
Data – data yang di peroleh
dari hasil survey di lapangan hendaknya di teliti kembali
-
Apabila biaya yang ada tidak
mencukupi hendaknya dilakukan pembagunan yang berkelanjutan.
Ini makalah atau artikel ya?
BalasHapus